08/09/10

sabar!

Aku malu kalau mendapati diriku dalam keadaan tidak sabar. Seperti saat ini.
Kalau diamati sejak satu jam lalu, memang aku tampak seperti orang gila. Tadi aku merasa senang, sampai senyum-senyum sendiri. Merasa geli juga, karena ada sesuatu yang lucu.
Tapi saat ini, aku merasa kesal dan pingin banget memukuli karung pasir. Aku merasa tidak sabar. Aku pingin melakukan sesuatu secepat mungkin agar nanti tidak terlambat ke acara selanjutnya (dimana aku sudah JANJI untuk datang ke acara itu, berarti aku sudah berhutang). Tapi malah orang-orang keliatan tenang-tenang saja! Dengan kemampuan komunikasi yang pas-pasan ini sudah kusampaikan keinginanku, tapi mungkin aku tidak berhasil.
Hah!! Kiranya puasaku hari ini cuma mendapat lapar dan dahaga.

06/09/10

HUJAN (lagi)

Aku benar-benar suka hujan!
Aku juga tidak tahu alasannya. Banyak orang mengkaitkan hujan dengan memori atau orang tertentu dalam hidup mereka. Tapi aku nggak mau begitu. Bisa aja suatu saat aku membenci memori atau orang itu dan aku jadi membenci hujan. Aku tidak mau membenci hujan.

Hujan terlalu cantik.
Airnya turun sebagai tetesan-tetesan, bukan guyuran. Bisa sesakit apa sih kena tetesan hujan? Kecuali kita berlari dalam kecepatan lebih dari 40 km/jam (baca: naik sepeda motor) sambil hujan-hujanan.
Mungkin hujan itu sprayer raksasa ciptaan Allah buat menyirami bumi. Setelah disirami, tanah dan tanaman jadi tampak berwarna lebih gelap (ada penjelasan ilmiahnya). Gelap, terkesan sejuk.
Airnya turun dari atas, kadang-kadang aku membayangkan hujan itu seperti tirai. Dibalik tirai itu ada tanaman-tanaman, bangunan-bangunan, dan orang-orang yang kehujanan. Bayangkan kalau hujan menyembur dari bawah. Mungkin namanya bencana.

Saat ini, di hari libur menjelang lebaran, aku ngetik sambil melihat hujan dari balik kaca. Mungkin rasanya seperti melihat dunia memakai kacamata yang lensanya sedikit abu-abu.
Nggak ada yang perlu diburu-buru (hal terindah tentang liburan). Aku menaikkan kaki ke atas kursi. Kalau saat ini nggak puasa mungkin aku sudah membuat segelas teh hijau tanpa gula. Kalau tiap hari kita melakukan hal itu (duduk santai sambil melihat hujan dan meminum teh hijau) mungkin kita bisa tampak lima tahun lebih muda.

Aku jadi ingin hujan-hujanan. Memakai rok balon hitamku yang tebal dan bahannya mirip beludru itu, memakai atasan yang warnanya hitam juga dan berdiri menengadah menatap langit yang terbuka saat hujan. Tertawa riang seperti anak kecil...
Rasanya tidak mungkin. Maksudku, tidak mungkin dilakukan sampai aku punya rumah sendiri yang memiliki halaman tanpa atap yang benar-benar tidak bisa dilihat orang dari luar rumah.

Sebagai gantinya, berjalan di bawah payung saat hujan terasa boleh juga. Suara tetesan hujan yang mengenai (atau menghujam) payung diatas kepala terasa menyenangkan.

Yah.
Yang jelas, hari hujan adalah hari yang sejuk. Bukannya aku membenci matahari...tapi hari yang sejuk itu hari yang menyenangkan. Kesejukan identik dengan ketenangan. Dan bau khas yang tercium setelah hujan! Kita bisa menirunya dengan menyiram halaman yang kering, tapi aromanya tidak seindah aroma hujan yang asli (yang sebenarnya adalah aroma debu yang terbasahi).

Tidak lupa suara-suara saat hujan. Menenangkan, bukannya menakutkan. Suara tetesan air mengenai daun, suara air yang jatuh dari saluran air, suara air yang menetes di kubangan air, suara angin, suara guruh dan guntur. Lalu ada juga kilat yang terkadang tampak di langit.

Hujan, hujan....asal nggak terjadi saat aku bersenang-senang di pantai atau sedang terburu-buru dan nggak menimbulkan banjir, memang indah sekali!