29/09/11

Girl Talk!

Hehe, suka banget sore ini. Emang sih HPLC-nya agak-agak ngerror, enggak tahu kenapa tekanannya tiba-tiba gede banget. Dalam mimpiku, di unit 4 farmasi ada beberapa piranti HPLC yang terbaru, canggih abis, dan laborannya itu pak B, bu S, dan mas-mas laboran lain dari farmasi yang ramah-ramah dan siap membimbing para mahasiswa yang pingin jadi sarjana. Tapi itu cuma di mimpi sih.

But i have life, darling...hidupku isinya enggak cuma HPLC aja ya. Maka aku langsung mengiyakan ajakan temen-temenku untuk ngumpul di kosnya salah satu temenku. Sebenarnya aku punya rencana lain untuk diri sendiri habis ngelab, tapi menurutku kumpul-kumpul dengan mereka itu, never a waste of time. Tidak pernah merupakan pemborosan waktu (aneh ya kalau diterjemahin?). Mereka siapa? Ya siapa lagi kalau bukan 3 orang cewek istimewa, cewek-cewek pertama yang aku kenal di kampusku ini. 

Mereka adalah salah 3 dari beberapa orang yang membuatku beranggapan bahwa orang farmasi itu ternyata gokil-gokil, wkwkwk. Seiring perjalanan waktu aku menemukan beberapa orang yang ngocol juga sih di farmasi (baik mahasiswa maupun dosen, upss), tapi kegokilan mereka tetap tidak tergantikan. Haha, gombal abis ya. Eh, apakah mereka masih pantas dipanggil 'cewek'? Karena kata "cewek" mulai berubah maknanya buatku. Cewek itu manusia XX yang biasa. Mereka lebih pantas dipanggil wanita. Yup, wanita, we're not the same teenagers who tried to adjust themselves to our hectic campus life. We're about to leave our bachelor degree's life in about a year, amin ya rabb ^^ Dan mereka lebih cantik, lebih cerdas, pokoknya lebih keren dan istimewa dari mereka yang aku kenal dulu. 

Banyak hal sudah berubah sih selama 3 tahun kami kuliah, tapi syukurlah kami masih tidak pernah bosan untuk ngumpul seperti ini. Oh iya, rata-rata kami akan segera menginjak usia 21. Mendekati umur 25, yang menurutku umur puncak wanita, mulai dari sisi karier, keuangan, penampilan, maupun percintaan. Weits, percintaan??

Hehe, jadi tadi ngomongin soal percintaan gitu deh. Pertanyaannya cuma satu "siapa yang ada di hatimu?". Klise ya, tapi setelah sangat lamaaa sekali tidak pernah ngobrol-ngobrol seperti ini, kami jadi merasa perlu untuk meng-update kabar hati masing-masing. Kalau istilahnya sih, girl talk

Girl talk itu jenis pembicaraan yang membuat tokoh Alif dalam novel Ranah 3 Warna jadi ciut nyalinya. Well, itu cuma cerita fiksi sih (walaupun katanya berdasar pengalaman juga), tapi menurutku girl talk emang kadang menakutkan untuk didengar oleh orang lain. Kadang pikiran wanita itu enggak bisa diduga lho, bisa kejem banget, desperate banget, apatis banget, insecure banget, dan sebaliknya bisa tulus banget, loving banget, care banget, pokoknya pakai 'banget' deh. Aku  pernah baca, wanita punya kemampuan lebih untuk membangun relasi yang dalam dengan sesamanya (sesama wanita), karena mereka sebenarnya butuh seseorang untuk bicara, untuk dimintai pendapat yang oke. Bukan yang ketakutan ketika mengendus sedikit saja aroma emosi negatif maupun positif (weits nyindir ya? emang). Dan ketika mereka membicarakan emosi-emosi ini dengan sesama wanita, si wanita yang dicurhatin akan merasa dekat dengannya. Ya iyalah, kalau ada orang yang 'break his/her walls to you', pasti dengan segera kita akan merasa kita ini layak untuk dicurhatin alias bisa dipercaya. Dipercayai untuk mendengar tanpa memotong, untuk menghibur tanpa menyalahkan, untuk memberi saran tanpa menggurui. 

Aku jelas-jelas enggak akan nulis apa saja pembicaraan kami tadi sih, gila aja, ember banget. Tapi setelah aku mikir-mikir, kayaknya kami berempat ini punya sedikit kesamaan pandangan ya. Maybe that's why we're still best friends for long. Dan pembicaraan tadi, definitely not a waste of time at all. Sebenarnya jenis pembicaraan yang ngobrolin perasaan itu agak berat sih, huhu gimana ya, i prefer to keep everything for myself! Memang ngobrolin perasaan itu membuat pembicaraan jadi mengalir. Aku pernah baca, topik pembicaraan yang paling seru itu adalah ngobrolin cinta. Ada benernya sih, aku paling suka kalau dicurhatin masalah 'itu', haha. Tapi ngobrolin cinta dengan orang-orang?? Thankyouverymuch, it's not my cup of tea. Love story is just for VVIPs. Lagian menurutku kalau suka atau benci sama orang itu jangan sering-sering diceritain lah, nanti kita jadi drama queen alias kaum lebai. Terus perasaan, siapa yang tahu? Hari ini ngomong A, besok pagi bergeser jadi AB. Bisa aja. Allah maha Pembolak-balik hati.

Bukannya aku enggak bisa percaya ke mereka ya, tapi setelah aku menceritakan sesuatu yang pribadi ke seseorang, rasanya ada bagian diriku yang hilang. Halah, lebai banget ya. Enggak tahu. Tapi emang rasanya agak nggak enak kok, bukannya jadi lega, kadang malah jadi kepikiran. Kayaknya rahasia-rahasia itu yang membuatku utuh, mungkin. Salah satu dari temenku itu juga pernah bilang kok, kalau aku itu penuh rahasia. Maybe she's right. Maybe she isn't. Ada sih, orang-orang yang entah punya kemampuan apa, mampu membuatku mendapati diriku sedang break my walls dan curhat habis-habisan di depannya. Merekalah kaum VVIP buatku. Dan ketiga temanku masuk ke daftar VVIP itu sekarang. Yah, kutitipkan sebagian kopian diriku ke kalian, girls, you better keep it! Mereka bisa dipercaya, aku percaya itu. 

Entah kenapa pingin menulis ini. Kayaknya tadi enggak ngomongin ini juga, tapi kok tiba-tiba mikir gini:
  1. Ketika kau memuji-muji dia, KADANG yang terlintas di kepalanya bukanlah "wah dia gentleman sekali", melainkan "sudah berapa cewek ya, yang menerima gombalan ini?", hohoho. Apalagi kalau pujian itu diberikan saat ada maunya aja. Tapi biasanya pujian tulus sama pujian ada maunya (bahasa Jawanya: nyolu) itu bisa dibedain dengan mudah.
  2. Cinta memang tidak menarik...sampai suatu hari seseorang datang dan membuatmu berubah pikiran.
  3. Keindahan cinta adalah, ketika suatu hari orangtuamu berkata, ada seorang laki-laki yang ingin meminangmu. Dan ternyata kamu kenal laki-laki itu!



18/09/11

Sometimes we build a high wall just to see who will be care enough to break it.
(but what if the wall we've built is too high? What if people hurt or killed in their attempt to break it?)

A Book and A Perfect Weather

Hmm, aku baru sadar, betapa selama ini aku sibuk lari-larian enggak jelas, selesai ngurus ini dilanjut ngurus itu. Bubar ketemu sama orang ini, ngejar waktu (emang waktu bisa dikejar? hehe) biar enggak telat ketemu sama orang itu. Capekkkk....man jadda wajada sih, tapi bener deh, capekkkk. Pingin sekali-kali kembali ke masa-masa semester 1-2 dulu, semester 3 juga boleh deh, masa-masa santai dalam hidupku. Weekend itu ya bersantai, beberes kamar, luluran, nonton film, baca novel, keep contact sama temen lama. Bukan dateng ke kampus. Iri aja ngeliat para maba 2011, yang dengan santainya duduk-duduk sambil ngobrol di taman menunggu kelas selanjutnya sementara aku lari-larian. Haha, terdengar desperate banget ya aku. Yah mau bagaimana lagi, aku kan maba (mahasiswa basi, haha). But I was them. They will be like me someday...aku juga udah pernah kok jadi mereka. Dan suatu hari nanti maba-maba yang masih polos itu juga akan menjadi seperti aku yang sekarang lagi hobi lari-larian.

Aku tetep beberes kamar sih, tetep kontak dengan teman-teman lama sih, kadang masih luluran juga (klo enggak males dan capek) tapi entah kenapa semua itu sekarang, hanya terasa seperti selingan aja. Enggak terasa seperti sesuatu yang benar-benar ingin kulakukan. Bahkan mulai terasa seperti keharusan. Haha, dulu aku nganggep orang yang beranggapan bahwa 24 jam sehari itu enggak cukup itu sombong banget. Tapi ternyata aku harus menarik kata-kataku sendiri. Waktu itu mahal, ya. Udah mahal, belinya dimana coba?

Tapi hari ini, hari Minggu tanggal 18 September 2011 aku memutuskan buat bersantai-santai. Today will be my lazy day! Tapi anehnya kenapa aku masih merasa punya sesuatu yang harus dibereskan ya? Apa ya? Di handphone maupun buku catetan tidak ada pekerjaan yang harus kukerjakan. Jangan-jangan aku mulai terobsesi dan bingung membedakan jati diri yang sesungguhnya dengan jati diri semu yang terbentuk karena semua lari-larian itu. Hehe, ngomong apa sih aku ini. 

Lazy day hari ini tentu saja dimulai dengan bangun seenaknya. Hehe, tetep ya. Terus, baca novel! Selain novel Ranah 3 Warna, kemarin aku juga beli sebuah novel lagi sebenarnya, tapi belum sempat aku baca. Ternyata novelnya bagus banget. Memang beli novel yang udah dapet banyak review bagus di internet itu enggak pernah nyesel. Kalau belinya hanya berdasar lust yang terbentuk di toko buku karena melihat dan membaca sampulnya, sering nyesel. Emang bener pepatah "don't judge a book by its cover".

Novelnya itu....ringan sih. Temanya agak-agak dangkal sih. Tapi somehow penulisnya bisa dengan apik menuangkannya dalam beberapa ratus halaman. Jadi walaupun sebenarnya ceritanya sederhana dan ending-nya pun enggak dramatis (walaupun enggak membingungkan juga) aku bisa betah membacanya tanpa terpotong sampai selesai. Sampai-sampai aku kehabisan Kompas Minggu karena sampai jam 12 siang enggak keluar dari kos-kosan. Salah satu reviewer-nya bilang "realita itu ya kayak gini" dan aku setuju dengan tulisan reviewer itu. Novel ini menarik karena ceritanya enggak dibuat-buat supaya ending-nya happily ever after. Sip lah.

Aku jadi inget, dulu waktu kecil aku sukaaa banget baca. Waktu om-ku yang kerja di Kalimantan memberiku uang, aku memakai semua uang itu buat beli buku. Terus setiap ke rumah eyangku di Semarang, pasti aku merengek minta dianterin ke toko buku. Toko buku itu tempat yang menakjubkan saat aku kecil karena ada banyakkk banget buku dari berbagai jenis yang tertata dengan rapi. Aku merasa pemilik toko buku itu pasti orang yang kaya dan beruntung sekali bisa membeli semua buku-buku itu. Dan jangan tanya, setiap kali masuk toko buku pasti aku betah banget, sampai malas pulang. Gampang banget ya, jadi anak kecil, hehe.

Mmm, ketika beranjak gede sebenarnya kecintaanku baca masih ada sih. Tapi pelan-pelan toko buku bukan lagi menjadi tempat utama aku menghabiskan kelebihan uang saku. Sesekali aku meminjam buku dan komik Conan dari rentalan dekat sekolah. Jarang ke toko buku. Maklumlah mulai tertarik dengan pakaian-pakaian, sepatu dan tas-tas lucu, hehe. Baru pada waktu aku hampir masuk kuliah, ada novel yang bagus banget. Apalagi kalau bukan Laskar Pelangi. Jadilah aku hobi kelayapan di toko buku lagi saat kuliah. Aku beruntung soalnya di Jogja ada 2 nama toko buku diskon yang selain generously memberikan diskon juga dengan gratis memberikan jasa sampul untuk para pembeli, hehe. Mahasiswa banget ya, enggak apa-apa deh tokonya enggak ber-AC yang penting bisa dapat diskon dan disampulin.

Ada jenis buku yang membuatku tidak tahan untuk tidak membuka lembar selanjutnya. Aku selalu berharap untuk menemukan yang seperti itu. Kejadian kurang menyenangkan sebenarnya ketika membeli sebuah buku yang membuatku malas membaca lembar selanjutnya pada 5 lembar pertama. Tapi aku tidak menyesal membeli dua buku yang kubeli pekan ini. Mentang-mentang habis lebaran jadi belanja buku, hehe.

I really love today. A good book, perfect weather (timbreng kalau orang Kudus bilang, artinya mendung tapi tidak gerah dan tidak pula turun hujan). In my room, just me, my book and nothing to be worried about :D

16/09/11

Man jadda wajada, man shabara zhafira....

Ada mantra baru!

1. Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil.
2. Man shabara zhafira, siapa yang bersabar akan beruntung.

Gara-gara habis baca nih, hehe. Suka banget aku sama novel trilogi "Negeri 5 Menara". Beberapa bulan yang lalu aku meminjam novel itu dan menyesal kenapa aku enggak membelinya sendiri untuk koleksi. Sangat-sangat layak dibeli! Sekarang mau beli, males dan enggan karena sudah pernah baca. Tapi ternyata novel itu kumpulan trilogi (tapi buku ketiganya belum terbit). Jadi kemarin, bukannya beristirahat setelah banting tulang di LPPT dan di kampus aku malah muter-muter kota buat cari novel "Ranah 3 Warna". Enggak kalah keren dari buku sebelumnya!

Novel-novel seperti itu makin membuatku percaya akan kekuatan pendidikan. Selain trilogi Negeri 5 Menara, novel yang bagus juga tentang kekuatan pendidikan menurutku adalah tetralogi Laskar Pelangi dan Toto-Chan (ada 2 buku). Semuanya mirip: merupakan tuturan penulisnya sendiri tentang masa kecilnya, difokuskan saat mereka menempuh pendidikan. Aku sih lebih suka yang asli Indonesia (Laskar Pelangi sama Negeri 5 Menara), walaupun novel Toto Chan lucu dan mengharukan juga. Tapi Laskar Pelangi dan Negeri 5 Menara bahasanya lebih cantik dan enggak ada pergeseran makna karena mereka bukan karya terjemahan (Laskar Pelangi terutama, indah sekali, aku baca berulang-ulang tanpa merasa bosan). Lebih terasa dekat dengan realita juga. Kalau habis membaca Laskar Pelangi, sering aku malu. Aku punya orang tua yang mampu membiayaiku kuliah dengan "nyaman" tanpa harus khawatir ini-itu, kok masih sering tidak optimal begitu? Malu aku dengan Ikal dan Arai yang sukses jadi sarjana tanpa pernah menerima selembar weselpun dari orang tua. Membaca Ranah 3 Warna pun begitu, malu aku pada Alif yang rela bekerja apa saja agar tetap kuliah.

Maybe i will tell you more about those novels later...now i am so tired and sleepy. Have a good life, readers :))
Man jadda wajada, man shabara zhafira....tapi perhatikan kesehatan diri juga ;p