10/11/12

November, Bulan Peduli Epilepsi

Seperti biasa, saat aku browsing untuk mengerjakan tugas kuliah, selalu saja aku nyasar kemana-mana. Untunglah malam itu sepertinya aku nyasar ke tempat yang benar (emang bisa ya nyasar ke tempat yang benar? Hehe). Saat sedang mencari jurnal bertopik epilepsi, ujung-ujungnya aku masuk ke fanpage Komunitas Epilepsi Indonesia di Facebook. Sudah apply jadi anggota sih, semoga cepat direspon. Dan aku baru tahu kalau ternyata bulan favoritku, November, merupakan bulan peduli epilepsi di Amerika sana. Ya, aku memang peduli dengan epilepsi. Sebenarnya sebagai calon apoteker harusnya aku peduli dengan semua penyakit sih..tapi boleh dikatakan bahwa kepedulianku terhadap epilepsi lebih tinggi dibanding kepedulianku terhadap penyakit lain, tanpa mengesampingkan signifikansi masing-masing penyakit pada penderitanya. 

Di blog ini juga aku sudah pernah menulis tentang epilepsi, mulai dari pengalaman, info-info singkat sampai tentang profil farmakologi singkat dari beberapa obat-obatan anti epilepsi. Meskipun menurut statistik jumlah pengunjung yang menengok postingan tentang epilepsi jauh lebih sedikit dibanding jumlah pengunjung yang menengok postinganku tentang review kosmetik, tapi aku tetap semangat kok :) 

Epilepsi sendiri merupakan penyakit yang cukup unik; pada keadaan tanpa serangan alias saat sedang tidak kumat, jika diperiksa penderita tidak menunjukkan gangguan apapun. They look perfectly healthy, begitu yang tertulis di slide kuliah. Bahkan gelombang otak mereka pun normal, hanya menjadi kacau saat terjadi serangan saja. Beberapa orang yang tercatat di sejarah ternyata juga punya riwayat epilepsi, antara lain Gregor Mandel, berarti sebenarnya orang epilepsi tidak selalu (maaf) retarded alias mengalami keterbelakangan mental kan? Kecuali kalau epilepsinya parah sekali, sering mengalami status epileptikus dan tidak pernah diobati. Namun penderita epilepsi sering merasa minder karena penyakit mereka, juga sering menjadi cemas dan panik. Padahal emosi negatif dapat memicu serangan.

Mengingat ini bulan peduli epilepsi, sebagai orang yang sehat, yuk kita coba berempati. Beruntunglah sekarang kita sehat, hari esok siapa yang tahu? Kalau ada orang dalam kehidupan kita yang punya epilepsi, menurutku ada 1 hal terbaik yang bisa kita lakukan untuk mereka. Apa itu? Perlakukan mereka seperti orang biasa. Mereka sehat kok, namun kadang kena serangan, itu saja. Di luar itu, mereka seperti kita. Punya cita-cita, punya nama, punya teman, punya orang tua, punya kehidupan. Tidak usah menatap mereka dengan 'that look' kalau mereka berkata bahwa mereka punya epilepsi. Katakan saja "oh really? Are you willing to tell me something about that?". Kalau mereka dengan sukarela bercerita, that's another story. Kalau tidak, oke, lanjutkan saja kehidupan seperti sebelumnya. Orang dengan epilepsi TIDAK pernah meminta supaya mereka punya epilepsi lho. Tentu saja mereka semua ingin sehat dan sembuh. 

Kalaupun kita pernah harus melihat mereka sedang kena serangan, tolong jangan lari. Amankan mereka, jangan sampai jatuh dari ketinggian, apalagi masuk ke air, kena api, listrik dan bahaya lainnya. Miringkan ke samping agar jalan nafasnya tidak tersumbat. Lepaskan sepatu atau ikat pinggang yang terlalu kencang. Tunggu sampai serangannya mereda (umumnya kejang epilepsi tidak berlangsung lama, kecuali pada keadaan status epileptikus: kalau kejang sudah hampir 5 menit, segera bawa ke UGD). Setelah ia sadar, beri minum. Boleh ditanya, tapi jangan lanjut bertanya kalau ia terlihat bingung. Lebih lengkapnya baca artikelku di buletin Piogama aja deh, hehe.

Epilepsi, seperti penyakit lain, bukan sesuatu untuk ditertawakan. Masih banyak guyonan lain yang lebih lucu daripada guyonan tentang penyakit seseorang. Sekali lagi ingat, mereka tidak pernah memilih untuk kena epilepsi. Apalagi dijelaskan kalau banyak kasus epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui alias idiopatik alias tiba-tiba muncul begitu saja -__- yah, 'idiopatik' adalah jawaban yang tidak kusukai karena enggak jelas banget, tapi kenyataannya memang begitu. Menurutku idiopatik adalah jawaban paling konyol, terkesan pasrah dan enggak tahu, tapi ia juga merupakan puncak dari segala pengetahuan. Lha kalau memang sudah diperiksa benar-benar dan tidak ada penyebab lain, berarti kan memang 'idiopatik' adalah jawabannya. Menyebalkan ya? hehe.

Lantas bagaimana kalau kebetulan kita sendiri punya epilepsi? Menurutku sih, berdasarkan kuliah farmakoterapi tanggal 30 Oktober 2012 kemarin, tetap semangat! Tetap optimis...pasti punya epilepsi bukan sesuatu yang menyenangkan, tapi percayalah pasti semua hal ada alasannya. Dan alasan itu adalah, kamu lebih kuat dari sebagian besar orang di muka bumi ini. Begitulah. Ingat tulisanku di atas, epilepsi bisa disembuhkan. Jangan putus asa menelateni obat yang sedang diminum. Jangan pernah melewatkan jadwal minum obat. Obat-obatan ini seperti magic, meskipun tetap kesembuhan ada di tangan Tuhan dan di tanganmu sendiri: makanya harus rajin minum obat kalau ingin sembuh. 

Kalaupun obat yang diminum tidak bisa mencegah serangan, jangan putus asa. Berkonsultasilah ke dokter dan apoteker. Mereka akan mengganti dengan obat lain. Operasi juga bisa jadi solusi, sudah banyak kisah kesembuhan penderita setelah mereka dioperasi. Oh iya, sebelum kumat biasanya penderita bisa merasakan 'aura' alias tanda kalau epilepsinya akan kumat, misalnya merasa pusing mendadak, bingung, dsb. Penderita harus bisa mengenalinya. Penderita juga harus bisa mengenali dan menghindari pemicu, jadi jangan sampai kecapekan, terlalu stres, terlalu lapar, terlalu sedih, pokoknya yang terlalu-terlalu itu jelek deh. Kalau penderita bisa me-manage itu semua (menghindari pemicu dan mengenali aura), aku yakin penderita itu sudah selangkah lebih dewasa. Dewasa itu kan bisa me-manage apa-apa yang kita punya dan hal-hal yang kita akan hadapi kan? :) Jangan membuat alasan untuk merasa sedih, was-was dan putus asa, namun juga jangan membuat alasan untuk tidak berusaha. Epilepsi tidak membuatmu lebih tidak berharga, kamu tetap bisa hebat, mengejar mimpimu dan memperjuangkan hidupmu. Aku baca cerita seorang mantan penderita epilepsi yang sembuh setelah dioperasi, bagus kata-katanya...izinkan aku mengutipnya disini:

“SAYA DULU PERNAH MENGHADAPI MENGHADAPI MASALAH YANG LEBIH BERAT SEPERTI TINDAKAN OPERASI ATAU SERANGAN EPILEPSI YANG JIKA MUNCUL DI SAAT DAN TEMPAT YANG SALAH, BISA BERAKIBAT FATAL. SAYA BISA MENGHADAPI MASALAH ITU. DAN TENTUNYA SEKARANG SAYA BISA MENYELESAIKAN MASALAH YANG DAMPAKNYA TIDAK SEBERAT EPILEPSI” (ASKA PRIMARDI, YAYASAN EPILEPSI INDONESIA, aska.primardi@ina-epsy.org)

Benar sekali kata pak Aska ini, dalam bahasaku aku berkata: "Allah sudah Mempercayaimu sedemikian besarnya sampai ia Percaya bahwa kau bisa hidup dengan epilepsi. Allah percaya kamu bisa, kamu kuat menghadapi semua dampak dari penyakit ini. Kamu akan bertahan dan menginspirasi. Allah juga pasti Mempercayaimu juga untuk hal-hal yang lebih kecil dari epilepsi ini. Semangatmu dan optimismemu akan membuatmu semakin luar biasa dan Dipercaya :) 


Saya pemilik blog ini, dan saya peduli epilepsi.




Catatan Kuliah Farmakoterapi Epilepsi

Beberapa minggu lalu aku sudah diberi kuliah tentang farmakoterapi epilepsi! Sepanjang kuliah itu aku tidak menguap sama sekali, rasanya begitu semangat menyimak dan mencatat apa yang disampaikan dosen kemudian mengkritisi dan menanyakannya. I really, really have a thing about this, and I care too. Coba saja semua kuliah terasa menarik seperti kuliah itu ya, hehe.

Dari kuliah itu, aku jadi tahu berbagai hal baru tentang epilepsi. Epilepsi merupakan gangguan sistem saraf pusat yang ditandai dengan suatu bangkitan, salah satunya berupa kejang (seizure)..ah kalau ini sih, udah banyak yang tahu ya. Tapi tahukah pembaca bahwa ada jenis epilepsi yang 'hanya' ditandai dengan sentakan otot tiba-tiba, terkulai tiba-tiba, bengong atau meringis tanpa sebab (bukan karena mengingat kekonyolan diri sendiri misalnya v^^), dan kejang hanya pada sebagian tubuh saja? Ya, ternyata manifestasi epilepsi berbeda-beda, dan pengobatan epilepsi yang tepat adalah pengobatan yang disesuaikan dengan jenis kejangnya, menggunakan satu jenis obat saja, dilakukan sesingkat mungkin dan diiringi dengan pengawasan yang ketat akan kadar obat dalam darah

Hmm, pengobatan epilepsi di Indonesia, seperti banyak hal lain juga, belum dilaksanakan dengan benar sesuai teori. Sayang sekali lho. Kenapa? Karena sebenarnya epilepsi merupakan penyakit yang angka kesembuhannya tinggi. 70-80% Orang yang pernah didiagnosis epilepsi dan diobati dengan benar bisa sembuh sama sekali alias tidak pernah kejang lagi sepanjang hidupnya dan bisa lepas obat. Kalau sudah minum obat anti epilepsi selama 2 tahun dan obatnya cocok (dalam arti penderita tidak pernah kejang selama 2 tahun minum obat dan tidak terlalu terganggu dengan efek samping obat tersebut), maka dosis obat anti epilepsinya bisa diturunkan dosisnya karena ia sudah dianggap sembuh.  Isn't that great? Allah kurang baik gimana coba? :D 

Oh iya, waktu kuliah aku tanya begini (sehubungan dengan info itu):
"Epilepsi kan disebabkan oleh ketidak seimbangan faktor eksitasi dan inhibisi di otak sehingga zzz zzzz zzzzzz (anggap saja tidak penting). Lalu apakah hanya dengan minum obat selama 2 tahun ketidak seimbangan itu bisa membaik selama seumur hidup?"

Lalu ibu dosen yang cantik pun menjawab:
"Kekambuhan epilepsi tergantung jenis kejangnya, ada jenis epilepsi yang tingkat kesembuhannya sangat tinggi*, ada juga yang agak rendah. Tapi prinsipnya, memang jika diobati dengan benar epilepsi bisa sembuh. Oh iya, selain dipengaruhi oleh jenis kejangnya, kesembuhan epilepsi juga dipengaruhi progresivitas penyakit dan apakah penderitanya pernah mengalami status epileptikus atau tidak (status epileptikus: serangan kejang pada seluruh tubuh disertai hilang kesadaran alias grand mal, berlangsung lebih dari 5 menit, bisa terjadi lebih dari 2 kali berturut-turut tanpa adanya pemulihan kesadaran di antara 2 kejang tersebut). Kalau sudah pernah status epileptikus, maka itu artinya sudah terjadi kerusakan saraf yang lebih parah"

Nah, begitu hebatnya para penemu obat-obatan anti epilepsi itu. Kalau boleh kubilang, obat anti epilepsi itu life-changing drugs. Bayangin dong, awalnya was-was bakalan kumat jadi bisa tenang dan percaya diri pergi kemana-mana, bukannya itu life-changing? Makanya aku mendoakan supaya orang yang menemukan obat-obatan epilepsi, terutama natrium valproat, di ujung hidupnya berada pada keadaan yang baik dan nantinya Dimasukkan ke surga, aamiin. Sudah pernah kutulis kalau aku kagum dengan valproat: tidak menimbulkan efek mengantuk (non sedatif), aman untuk anak, pokoknya secara keseluruhan valproat itu efek sampingnya minimal dibanding yang lain, meskipun masih punya efek toksik terhadap hati (liver), tapi itu masih lumayan kalau dibanding obat epilepsi yang lain. Tapi tiap penderita kan berbeda-beda ya...tidak semua cocok dengan valproat. Karena itu perlu dipertimbangkan rasio resiko dan manfaat masing-masing obat untuk masing-masing penderita. Perlu diingat juga kalau obat-obatan epilepsi itu hampir semuanya merupakan obat yang mempengaruhi obat lain di dalam tubuh (kami menyebutnya sebagai induktor enzim sitokrom P-450). Karena itu penderita epilepsi harus berkonsultasi dulu dengan apoteker sebelum minum obat lain. Dan seperti yang sudah pernah kutulis juga...oh i hate this, hampir semua obat epilepsi itu bersifat teratogenik alias berbahaya buat janin (bisa menimbulkan cacat bawaan pada bayi yang sedang dikandung, kalau penderita sedang hamil dan minum obat anti epilepsi).

Olala, lantas apakah penderita epilepsi tidak boleh hamil?
Kata dosenku, memang sebaiknya penderita menunda kehamilan dulu sampai ia benar-benar bebas kejang dan bisa berhenti minum obat. Namun jika ia memang sangat ingin hamil, itu pilihan pribadi dan tidak ada yang bisa melarangnya. Solusi dari apoteker adalah seperti ini: Sebelum hamil (saat mulai merencanakan kehamilan), penderita harus minum suplemen asam folat setiap hari karena asam folat dapat menurunkan resiko cacat pada bayi. Lalu pengobatan epilepsi dilakukan dengan satu jenis obat saja, dalam dosis serendah mungkin untuk mencegah efek yang tidak diinginkan pada bayi. Sekarang sudah ada beberapa obat epilepsi baru yang efek teratogeniknya lebih kecil, sayang belum semua beredar di Indonesia.

Ngomong-ngomong tentang epilepsi dan wanita usia subur, ada temuan menarik. Estrogen, hormon wanita, ternyata bersifat epiletogenik alias memicu timbulnya serangan epilepsi. Namun progesteron, hormon wanita yang lain, untunglah bersifat mencegah timbulnya serangan epilepsi. Nah, saat kadar estrogen jauh lebih tinggi  daripada progesteron, misalnya saat menstruasi, serangan epilepsi akan lebih sering terjadi pada penderita. Ini namanya catamenial epilepsy, serangan epilepsi saat masa menstruasi. Penderita wanita yang sering mengalami catamenial epilepsy harus hati-hati saat menopause kelak, karena saat menopause juga terjadi ketidak seimbangan hormon.

Sekian penggalan dari catatan kuliah farmakoterapi epilepsi tertanggal 30 September 2012. Semoga bermanfaat. Sampai jumpa di postingan selanjutnya yang masih bertemakan epilepsi. Sebenarnya tadi aku menulis untuk 1 posting saja, namun karena hasilnya terlalu panjang dan pembahasannya terlalu melebar aku membaginya jadi dua. Sekian, semoga bermanfaat :)



* Maafkan aku yang tidak sempat mencatat satu persatu jenis kejang mana yang paling mudah sembuh sampai yang paling susah sembuh; namun aku ingat kalau nilai kesembuhan untuk kejang grand mal itu ada di tengah-tengah dibanding nilai kesembuhan jenis kejang yang lain. Artinya, peluang masih baik.





Never Too Old to Learn?

Pernah baca sebuah posting di 9gag, bahwa di dunia ini ada "billions of character to play with, indefinite ways to make you feel alive". Bener juga sih, terutama klausa kedua tuh, perlu digaris bawahi...begitu banyak yang bisa kita lakukan di dunia ini. Begitu banyak yang bisa kita nikmati dan pelajari, begitu banyak kesempatan untuk menjadi lebih baik. 

Kemana saja ya aku kemarin-kemarin? Saat masa domisiliku di kota ini (mungkin) sudah tidak lama lagi, berbagai kesadaran bermunculan di kepala. I want this, I want that...yah, meskipun penyesalan selalu datang terlambat (karena kalau datang lebih awal namanya perjanjian -_-) namun tidak apa-apa. Kan katanya tidak ada kata terlambat untuk belajar. Meskipun ternyata kata-kata pamanku bertahun-tahun lalu sekarang terbukti benar: Banyak belajar, banyak bingung. The more I learn, the more I don't know. Jadi biar tidak bingung, sebaiknya kita tidak usah belajar. Tapi kita jadi enggak tahu kalau kita belum tahu kan.

So, what will you choose, readers? To know or happily not to know? :)