29/01/13

Catatan Sebelum PKPA

(PKPA: singkatan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker; semacam magang buat mahasiswa program Profesi, salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Apoteker. Kalau di kampusku sih, kami diwajibkan untuk melakukan PKPA di industri farmasi/rumah sakit selama 2 bulan, di puskesmas selama 2 minggu dan di apotek selama 1 bulan., Red.).

Saat ini aku sedang mencari e-books tentang farmasi industri, sekedar untuk menyibukkan pikiran dan mencoba menutupi beragam rasa yang campur aduk di kepalaku. Besok aku akan berangkat ke Bogor (lokasi PKPA-ku) dan mulai besok Jumat PKPA-ku sudah dimulai. Kukira aku itu orang yang cuek dan akan enteng saja meninggalkan orang-orang di sekitarku kalau memang aku perlu. Namun memang manusia itu sering salah dalam memperkirakan dan melakukan sesuatu. Haha, iya sih, bahkan dalam proses-proses di industri, kesalahan manusia itu sangat dimaklumi, kan? Walaupun kesalahan itu memang harus diminimalkan dan dideteksi secepat mungkin.

Ngomong-ngomong tentang meninggalkan zona nyaman kita, aku pernah baca sebuah buku berjudul Negeri Lima Menara. Menurut buku itu, hendaknya kita jangan pernah merasa enggan atau takut untuk merantau. Di perantauan akan kita temukan teman-teman baru. Bukan teman baru saja sih, tapi pengalaman dan ilmu baru juga, yang akan membuat hidup semakin fulfilled.

Ya, teorinya sih seperti itu...tapi kenyatannya? 
Sampai kemarin sore, memang aku belum merasa khawatir sama sekali. Aku datang ke Bogor untuk belajar kok, aku akan berusaha sebaik mungkin. Kalaupun aku berbuat salah, ya udah enggak apa-apa, aku yakin  semuanya akan baik-baik saja. Manusia kan sudah dirancang untuk menghadapi masalah. Pokoknya aku mantap banget mau berangkat ke sana. Bahkan, aku sudah menentukan sound track yang sesuai untuk PKPA-ku besok, yaitu lagu "New York" yang diciptakan dan dibawakan oleh Alicia Keys (penting banget ya? hahaha). Namun kemarin sore, saat berkumpul bersama teman-teman dan seorang 'kakak wanitaku' di Jogja, aku jadi sadar bahwa menjalani PKPA industri di bulan Februari-Maret (seperti yang akan kujalani ini) artinya harus siap untuk tidak bertemu dengan teman-temanku itu selama 4 bulan, bahkan mungkin lebih. Kenapa? Karena semua, ya, SEMUA teman-teman akrabku itu (yang seangkatan dengan aku) akan menjalani PKPA di luar kota pada bulan April dan Mei. Artinya, saat PKPA industriku selesai dan aku kembali ke jogja, gantian mereka yang meninggalkan Jogja. PKPA baru selesai di akhir Mei. Bahkan ada teman akrabku yang PKPA sampai pertengahan Juni karena memang tempat PKPA-nya mempersyaratkan demikian :( 

Menyadari hal itu, saat itu aku enggak menangis, aku enggak bilang apa-apa. Aku cuma terdiam. Mikir. Oh my God....Januari belum berakhir dan paling cepat aku baru bisa ketemu mereka di awal Juni? Semakin lama memikirkan kenyataan itu, aku jadi sedih. Jangan-jangan, selama PKPA ini aku akan jadi sibuk sekali dan mereka juga akan jadi sibuk sekali dengan aktivitas masing-masing? Begitu sibuk sehingga kami enggak akan sempat untuk saling menanyakan kabar, bercanda, saling meledek atau sekedar ngobrol? Aku tahu sih, kalau PKPA di tempat lain itu artinya kami enggak akan bisa jalan-jalan atau kumpul bareng. Tapi kalau untuk sekedar ngobrol saja enggak sempet? I know, the last thing I wanna do is to disturb them. Aku enggak ingin mengganggu mereka, jangan-jangan mereka lagi sibuk. Sedih banget kan. 

Kubilang di awal, kukira aku itu orang yang cuek dan akan enteng saja meninggalkan orang-orang di sekitarku kalau memang aku perlu. Namun sekarang, aku tahu kalau ternyata aku itu enggak cuek-cuek banget. Buktinya aku takut. Aku takut, selama masa PKPA nanti, apakah kami masih bisa keep in touch? Aku takut, setelah PKPA industriku selesai dan aku kembali ke Jogja, nanti aku main sama siapa? Aku ngobrol sama siapa? Siapa yang kuajak bercanda? Siapa yang bisa kuajak jogging bersama di sabtu atau minggu pagi? Siapa yang ngajak aku jalan-jalan? Secuek-cueknya dan seintrovert apapun aku, aku juga masih punya kebutuhan sosial dong. Masih lumayan sih, begitu aku balik Jogja awal April besok masih ada temen-temen dari PIO yang tidak seangkatan denganku. Namun jangan-jangan mereka juga sibuk dengan skripsi masing-masing? Aaaahh, sungguh aku takut >,<

Hmm, begitulah catatanku sebelum PKPA. Memang agak bernuansa galau sih, harusnya kuberi peringatan di awal tulisan bahwa sebaiknya pembaca mengabaikan saja tulisan ini karena tulisan ini hanyalah ungkapan ketakutan dan kekhawatiran saja. Tulisan ini mungkin tidak memberi manfaat apapun untuk para pembaca, malah jangan-jangan tulisan ini menyeret pembaca ke perasaan negatif. Aku tahu, bagaimanapun PKPA ini harus dijalani dengan baik, enggak peduli apakah kita PKPA bareng temen-temen akrab atau tidak. Aku berdoa aja, semoga di sana aku bertemu dengan orang-orang baru yang juga tulus dan baik hari, namun bisa  tetap akrab dengan teman-temanku yang sekarang. Semoga semuanya lancar sesuai harapanku. Semoga ya Allah :')




23/01/13

Setiap Orang itu Berbeda

Oh, iya juga ya...

Jika respon manusia terhadap satu jenis obat saja berbeda-beda, maka tidak ada jaminan bahwa mereka akan merespon suatu hal yang sama secara serupa. 

Ambil contoh, taruhlah ada sebuah situasi di mana seorang pengendara motor, sebut saja X, disalip dari kiri oleh pengendara motor lain yang melaju kencang. Padahal saat itu si X hendak belok kiri (dia sudah memberi isyarat dengan lampu sein). Andai saja si X sedikit lebih ke kiri saat itu, pasti tabrakan tak terhindarkan. Apa respon si X? Dia marah dan mengeluarkan kata-kata kotor pada pengendara ngasal itu. 

Sekarang gantilah aktor pada kejadian tersebut. Anggaplah sekarang si Y yang mendapat pengalaman 'near miss' itu. Berbeda dengan si X, si Y tidak marah. Memang ia sempat kaget, karena sedetik sebelum belok ia disalip dari kiri. Ketika ia sudah berhasil berbelok dengan selamat (walaupun dengan jantung yg serasa mau copot), ia mengucapkan syukur pada Tuhan karena telah Diberi keselamatan. 

Lain si X, lain si Y, lain pula respon si Z jika ia mendapat pengalaman yang sama. Berbeda dengan mereka berdua, si Z justru ketakutan. Ia membayangkan, bagaimana jika tadi ia mengalami kecelakaan. Terbayang betapa kencangnya motor ngasal yang hampir menabraknya tadi. Selepas kejadian itu, ia mengendarai motornya dengan kecepatan maksimal 25 km per jam saja, bahkan untuk menyalip becak pun si Z merasa gemetaran. 

Haha, the possibilities are endless...menurutku bisa jadi akan terdapat lebih dari 26 kemungkinan respon manusia seandainya mereka dihadapkan pada kejadian itu. Ada yang cuek aja (berpendapat "ah udah lah, gak kena juga ini"). Ada yg langsung mengingat plat nomor si pengendara ngasal dan bertekad untuk mengingatnya seumur hidup dan menuntutnya di lain kesempatan jika mereka bertemu. Ada yang mungkin gak jadi belok kiri dan memutuskan untuk mengejar si pengendara ngasal hanya sekedar untuk memberinya pelajaran (oke, ini contoh ekstrim, haha), dan lain sebagainya. 

Sometimes, generalization won't work. Because people are different, so are the conditions. Sometimes it's best to look closely, understand the situation then tailor the best action to face it (aduh bawa-bawa tailor segala, jadi inget tailoring counseling deh...).

Manusia...

Sedih saat doanya Dikabulkan
Padahal mungkin memang doanya itu membawanya sendiri ke keadaan yang lebih baik
:human:

Sorry, God.

21/01/13

Puisi tentang Ibu dan Ayah

Seperti hujan, tak pernah berhenti meski kadang dimaki
Seperti matahari, tak lelah menyinari meski sering dihindari
Seperti utara, tak jemu mengarahkan meski mungkin diabaikan
Seperti udara, seperti cahaya, seperti keabadian
:)))