27/03/15

Pixy Perfect Eyeliner

Sudah cukup lama aku tidak menulis review kosmetik. Apakah itu artinya aku semakin jarang menggunakan kosmetik? Hahaha...jujur, yang ada sih kebalikannya. Akhirnya, setelah 23 tahun hidup di dunia ini aku baru menyadari bahwa lipstik itu benda yang cukup ajaib. Sebelumnya aku hanya menggunakan lip balm saja. Pertama kali beli lipstik sendiri, aku agak terheran melihat hasilnya. Ya, sama seperti dulu ketika aku pertama kali menyadari keajaiban bedak two-way cake seperti yang pernah kutulis pada posting terdahulu

Make up tools really are an amazing tools. Tools to be used wisely. Aku tetap pada pendirianku bahwa make-up itu sebaiknya jangan dipakai setiap hari. Menurutku make up itu cukup dipakai saat hang out dan pada saat menghadiri acara-acara tertentu saja. Kalau dipakai setiap hari, nanti jadinya enggak spesial. Kalau ke kantor atau cuma pergi sebentar saja, aku cuma memakai bedak tabur warna putih (bedak bayi juga bisa) dan lip balm. Tapi kalau akan pergi hang out, aku sekarang sering berdandan terlebih dulu, Menurutku, seorang wanita yang sehari-hari enggak pernah dandan cukup membutuhkan empat tools saja untuk terlihat "sudah dandan". Keempat tools itu adalah bedak, pensil alis/eye shadow warna hitam pekat (untuk membentuk alis, menurutku warna hitam lebih cocok untuk orang Indonesia, jika dibandingkan dengan warna cokelat), eye liner dan lipstik. Pada kesempatan kali ini aku akan menuliskan tentang eye liner favoritku yaitu Perfect Eyeliner dari Pixy.

Pixy Perfect Eyeliner (diambil dari website resmi Pixy Indonesia, http://pixy.co.id/)

Aku sudah menggunakan eye liner ini sejak tahun 2012, walaupun dulu aku cuma pakai eye liner pas datang kondangan dan pemotretan buku tahunan. Dulu kemasannya masih berwarna pink muda polos, kalau tidak salah pada pertengahan tahun 2014 Pixy meluncurkan desain kemasan baru. Bagus sih, kebetulan cocok dengan seleraku yang senang dengan perpaduan warna hitam dan pink. Terkesan feminin dan agak centil, tapi kokoh karena ada unsur hitamnya. Kenapa dulu aku membeli produk ini? Tidak salah lagi, aku bertanya dulu pada tante Google tentang eye liner yang bagus. Setelah membaca banyak review positif tentang produk ini, baru aku membelinya. Dan aku puas dengan hasilnya :D

Hal pertama yang aku suka saat pertama kali menggunakan produk ini adalah bentuk aplikatornya. Aplikatornya berbentuk mirip tongkat, terlihat keras dan kaku dengan ujung yang meruncing. Walaupun demikian, ternyata ujungnya masih cukup luwes, bisa sedikit meliuk saat digunakan. Karena bentuk aplikator yang sedemikian rupa, menurutku Perfect Eyeliner ini relatif lebih mudah digunakan daripada eye liner lain yang aplikatornya serupa kuas. Menurutku aplikator kuas terlalu lentur sehingga lebih sulit digunakan, terutama saat kita perlu membuat garis yang tipis. Oh iya, aplikator Perfect Eyeliner ini cukup runcing kok, sehingga kita bisa menarik garis tipis dengan tingkat presisi yang bagus. Berbagai gaya memakai eye liner pun bisa kita dapatkan dengan eye liner ini.

Winged style..so wearable for daily look

Double trouble bold style (dipadu dengan eye shadow hitam)...sepertinya hanya cocok digunakan pada pesta indoor di gedung pada malam hari :p

Garis tipis yang presisi (eye liner hanya sebagai komplemen untuk lebih menegaskan bentuk mata, karena pada foto ini sudah dipakai eye shadow dengan warna-warni yang cukup mencolok)

Hal kedua, dan sebenarnya merupakan hal utama yang membuatku begitu setia me-repurchase produk ini adalah stabilitasnya. Eye liner ini sangat awet ketika kupakai, mampu bertahan dari pagi sampai malam, padahal kulit wajahku berminyak. Pernah aku mencoba eye liner merek lain (merk internasional) yang harganya jauh lebih mahal, namun eye liner mahal tersebut sudah luntur ketika kupakai dari sore sampai malam. Tentu saja hal tersebut sangat mengganggu penampilan, mending enggak usah pakai eye liner sekalian. Kalau diamati, eye liner ini membentuk lapisan tipis (film) yang melekat di kulit kelopak mata. Ketika dihapus menggunakan make up remover (aku memakai Maybelline Make Up Remover Eye & Lip), lapisan tipis Pixy Perfect Eyeliner ini terkelupas menjadi lempengan-lempengan hitam. Hal ini berbeda dengan eye liner lain yang jenisnya menyatu dengan kulit dan larut menjadi kehitaman jika dihapus dengan make up remover. Aku menghindari jenis eye liner semacam itu karena eye liner semacam itu pasti akan larut oleh minyak yang dihasilkan oleh kulit (smudge). Oh iya, Pixy Perfect Eyeliner  ini bersifat water proof juga ya :)

Satu hal kecil yang agak kurang kusuka dari produk ini adalah warna hitamnya yang sangat intens dan mengkilap (glossy). Haha, ini merupakan pendapat yang sangat subyektif berdasarkan seleraku karena produk ini sengaja diformulasikan agar menghasilkan "warna hitam glossy yang pekat" (dikutip dari website resmi Pixy Indonesia). Hal ini semata penilaian subyektifku karena aku suka dengan tampilan alami, istilahnya tampilan "my face but better" gitu...jadi kalau pembaca juga sealiran denganku, sebaiknya aplikasikan produk ini tipis saja untuk penggunaan sehari-hari agar penampilan kita tidak terkesan lebai alias berlebihan sehingga ujung-ujungnya wajah kita jadi terlihat menyeramkan. 

Terkait dengan hal tersebut di atas, seperti sudah membaca pikiranku, Pixy pun meluncurkan produk baru pada tahun 2014 lalu (ih aku kegeeran banget ya, hoho). Namanya Bold to Last Gel Eyeliner. Pertama kali aku tahu produk ini ketika berbelanja di counter Pixy. Petugas SPG menawarkan produk eye liner baru yang katanya, menghasilkan tampilan yang matte, tidak glossy seperti Perfect Eyeliner yang sudah biasa kupakai. Bentuknya gel dan aplikatornya berupa kuas, tapi kaku. Karena tertarik dengan iming-iming bahwa produk tersebut menghasilkan "hasil matte yang natural", aku pun membeli produk itu. Namun jujur, aku tidak terlalu suka dengan produk Bold to Last Gel Eyeliner. Mengapa? Produk tersebut lebih susah untuk dioleskan (aplikatornya tidak senyaman aplikator Perfect Eyeliner), lebih ribet (aplikatornya harus dibersihkan sehabis digunakan), dan warna hitamnya sama pekatnya dengan Perfect Eyeliner. Jadi, tujuan awalku membeli produk ini yaitu ingin mendapatkan hasil akhir yang tampak lebih natural, tidak tercapai. Justru aku agak kesulitan membentuk garis tipis menggunakan Bold to Last Gel Eyeliner. Memang tampilan paling natural didapat jika kita memakai eye liner pensil, namun eye liner pensil tidak seawet Pixy Perfect Eyeliner. Hiks-hiks, inilah akibatnya jika membeli peralatan make-up tanpa berkonsultasi pada tante Google terlebih dahulu. 

Karena eksperimen yang tidak sukses tersebut, jadilah aku tetap setia menggunakan Pixy Perfect Eyeliner dan tidak jadi beralih ke produk lainnya. I think I will forever use this eye liner :) Oh iya, harga produk ini cukup terjangkau lho. Seingatku harganya sekitar tiga puluh lima ribu rupiah saja :D tidak mahal kan? Menurutku harga yang mahal bukan jaminan kualitas suatu peralatan make up. Kalau membeli produk perawatan mahal masih oke lah, karena kebutuhan kulit dan tubuh kita berbeda-beda dan perawatan memang jalan agar tubuh kita tetap terjaga. Namun untuk membeli produk make up, aku lebih memilih untuk percaya pada rekomendasi tante Google daripada percaya pada harga yang selangit.

Dari skala 1 sampai 10, aku memberikan nilai 9 untuk produk ini :) This product is totally recommended.
 

02/03/15

Cooking is Fun! and Sweet :)

Sejak bekerja di sini, sejak tinggal di bangunan mess ini, aku jadi gemar berjalan-jalan dan memasak. Kegemaranku berjalan-jalan ke tempat baru dan menghafalkan peta sebenarnya sudah ada sejak dahulu, Bedanya kini aku sudah punya uang sendiri untuk membeli tiket perjalanan. Rasanya berjalan-jalan adalah cara ternikmat untuk menghabiskan sisa uangku yang mungkin tak seberapa, setelah dipotong tabungan rutin, ongkos makan dan ongkos-ongkos yang lain.

Jika sedang tidak berjalan-jalan di akhir pekan, aku gemar bereksperimen membuat masakan-masakan baru. Begitu juga ketika aku masuk kerja shift 2 (masuk jam 3 sore), sebisa mungkin aku berusaha untuk membawa bekal makanan sendiri. Rupanya di zaman "kekinian" seperti sekarang, kemampuan dan kegemaran memasak dianggap cukup langka untuk dimiliki oleh seorang wanita berumur 24 tahun. Cukup banyak orang yang terkejut saat mengetahui bahwa aku sering memasak makananku sendiri. Cukup banyak orang yang terheran kala mendapatiku membawa suatu bekal makanan yang mungkin tampak tidak biasa. Dan tentu saja orang-orang heran kala mengetahui bahwa ternyata aku hafal harga terkini komoditas-komoditas pangan seperti beras, kacang hijau, udang, daging ayam, daging sapi dan lain sebagainya :p 

Dahulu saat aku kuliah di Yogyakarta, aku sama sekali tidak pernah memasak di kost. Sebabnya, tidak ada kompor dan peralatan-peralatan memasak di sana. Lagipula, jauh lebih mudah untuk membeli makanan di warung-warung sekitar kost. Paling-paling aku hanya memasak ketika sedang pulang kampung, itupun hanya makanan sederhana seperti sayur bayam, spaggeti saus Bolognese, nasi goreng, ayam goreng, sup dan sayur asam. Namun di sekitar tempat tinggalku di sini, hanya ada sedikit pilihanku untuk "makan di luar", Warung-warungnya begitu-begitu saja, tidak ada warung makan yang benar-benar sesuai seleraku. Maka aku pun bertekad untuk memasak. Dengan kemampuan bahasa Sunda yang minimal saat itu (sekarang juga masih belum jago sih), aku mencoba berbelanja ke warung dan pasar tradisional. 

Sebagai pemasak pemula saat itu, masakanku pun itu-itu saja. Tumis sayuran pertamaku rasanya tidak enak. Ya iyalah, mana ada orang lain yang memasak tumis sayuran berbumbu bawang putih, kecap dan jahe? Seharusnya aku memakai lengkuas. Mendoan pertamaku juga terasa aneh di lidah. Menu andalanku cuma 2: ayam dan udang saus asam manis. Itulah masakanku yang paling pantas dibanggakan. Selain itu aku hanya bisa memasak sayur bayam, sayur asam, sayur sop dan aneka lauk yang digoreng. Sampai akhirnya aku menemukan metode ampuh untuk menyelamatkan rasa masakanku: bertanya pada ibuku! Alhasil, setiap hari aku bertanya pada Ibuku, bumbu apa saja yang diperlukan untuk menghasilkan suatu masakan dengan rasa yang wajar. Perlahan-lahan, aku akhirnya bisa membuat tumis kangkung, tumis kacang panjang dan aneka masakan yang umum disajikan di meja makan keluarga Indonesia (keluarga Jawa pada khususnya). Rasa mendoanku pun mulai membaik, bahkan kini tempe mendoan buatanku sudah mendapat reputasi di kalangan penghuni mess, haha. Khasanah pengetahuanku juga bertambah kala Ibu petugas kebersihan di mess mengajariku untuk membuat tahu bacem, sayur bobor, bakwan dan lotek. Hmmm...

Setelah beberapa saat aku memasak menu-menu "wajar" seperti itu, lama-lama aku merasa bosan juga. Maka aku pun mulai mencari-cari variasi menu untuk dimakan sehari-hari. Tempat pertamaku bertanya tentang resep-resep masakan aneh, tentu saja Chef Google. Cukup masukkan kata kunci seperti "resep spaghetti carbonara", "resep nasi goreng rempah", "resep ikan bakar teflon", dan lain sebagainya, dalam hitungan detik akan muncul resep yang kita inginkan. Berdasarkan pengalaman, resep online yang memiliki jaminan sukses tertinggi justru berasal dari blog-blog pribadi. Dengan masing-masing cerita personal tersendiri di tiap resep yang di-publish. Resep-resep itu pasti sudah berhasil di-trial dengan sukses oleh para penulisnya. Disertai dengan foto-foto (yang umumnya) sederhana, justru resep itu terkesan jujur dan meyakinkan di mataku. Semoga suatu saat aku bisa mengembalikan semua knowledge yang kudapat dari internet itu dalam bentuk posting resep.

Ya, memasak itu menyenangkan. Demikian juga menyusun menu untuk seminggu, berandai-andai mau makan apa seminggu ke depan. Berbelanja di pasar tradisional, meski kadang pasarnya becek dan bau. Makanan yang dulu kukira hanya bisa dimakan di "luar" seperti selat Solo, nasi goreng rempah, aneka macam pasta, penyetan, chicken cordon blue, steam boat, pizza, tahu aci, cireng, pancake, ikan bakar, martabak mini, nasi kuning, jamur crispy dan lain-lain, ternyata dapat dibuat sendiri di rumah. Memasak itu bagaikan me time buatku, saat memasak yang ada di pikiranku hanyalah berusaha untuk mengerjakan sesuatu sebaik mungkin dan tentu saja menebak-nebak, seperti apa rasanya nanti. Kalau hasilnya enak dan bagus, pasti senang sekali. Jika ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, tentu saja agak kecewa. Namun tetap saja waktu-waktu memasak itu menenangkan dan mengasyikkan. Just me and myself, with the stove and kitchen utensils, listening to the music in my headset and the fizzle of water forced out of the raw groceries. Suara pisau memotong daun sawi, suara ulekan beradu dengan alasnya, suara bahan yang mendidih, suara sutil menggaruk penggorengan. Aroma bawang yang ditumis, aroma nasi yang baru matang, aroma ikan yang digoreng. Aroma tomat segar, aroma vanili yang terkena panas, aroma daun salam yang direbus. Begitu tenang dan perlahan, memungkinkan kita untuk menikmati setiap proses. It is like i am in my own, quieter word. And I like it.

Kegemaranku memasak ternyata bersambut kala ada teman messku yang mengajakku membeli oven dan mixer. Semenjak itu, kami rajin membuat kue, dengan harapan tinggi bahwa suatu saat nanti kami akan menjadi juragan bakery. Terakhir pulang kampung, aku membawa kue sukade buatanku sendiri. Terakhir kali temanku berulang tahun, aku membuatkannya cake ulang tahun buatanku sendiri. Mungkin teman-temanku dulu juga tidak akan menyangka, ternyata aku yang dulu jarang sekali memasak sekarang begitu antusias turun ke dapur. Aku yang dulu baru hafal aroma kencur setelah melakukan praktikum di laboratorium Analisa Kandungan Tanaman Obat itu, kini mempunyai koleksi bumbu-bumbu yang cukup lengkap, mulai dari jahe, kunyit, lengkuas, temu kunci, bawang merah, bawang bombay, jeruk nipis, daun jeruk, daun salam sampai kembang lawang (star anise), kayu manis, kapulaga, jintan, ketumbar dan tentu saja merica berbentuk butiran-butiran utuh. Belum lagi bahan-bahan membuat kue yang cukup lengkap.

Sekali lagi, masakanku tidak selalu sukses. Namun rasa excited sekaligus ketenangan yang kurasakan saat memasak begitu adiktif, sehingga aku tidak pernah kapok. Saking niatnya, aku membeli juga pancake dan muffin dari kafe dan bakery yang sudah cukup terkenal agar aku tahu, bagaimana sih rasa dan tekstur pancake dan muffin yang "benar" itu? Ternyata pancake harus cokelat merata bagian dasarnya, agar ketika dibalik tampak cokelat mulus nan cantik juga licin berkilap, bukan kuning berbintik-bintik hitam. Pancake juga harus mengembang, bukan bantat. Muffin harus cukup ringan dan berpori teksturnya, bukan padat seperti pound cake. Di dapur, aku dapat bertindak seperti formulator industri-industri farmasi me-too di Indonesia yang berusaha meniru persis produk inovator, haha. Membuat masakan me-too alias KW juga berguna untuk mengobati rasa kangen akan makanan-makanan kesukaanku yang susah kutemukan sekarang, misalnya capjay ndeso pakai kekian palsu (bukan cap cay Cina) ala warteg dekat kost-ku dulu; atau rujak kangkung yang di Jogja disebut sebagai "plecing kangkung", padahal ternyata keduanya merupakan dua jenis makanan yang berbeda. 

Satu lagi hal yang kusadari setelah aku belajar memasak adalah, ternyata benar bahwa setiap orang yang mau belajar memasak, pasti akhirnya akan bisa memasak. Practice makes perfect, walaupun aku belum perfect banget juga haha. 

Oh iya, kenapa umumnya orang menganggap bahwa orang-orang yang hobi belajar masak itu merupakan orang-orang yang sedang bersiap-siap berumah tangga ya? Bukan berarti mereka 100% salah sih, namun sepertinya dibutuhkan lebih dari sekedar kemampuan memasak untuk mengarungi kehidupan berumah tangga, bukan? Meskipun memang aku yang suka makan ini yakin bahwa ketersediaan dan kualitas makanan yang kita masukkan ke tubuh itu merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan ini :p A great food awakes your sense of taste and your soul as well. Makan enak aja sudah bisa bikin kita lebih happy, kan? Terus kan kasihan kalau anak-anak tidak mendapat asupan makanan yang halal, bergizi, bersih dan enak ("enak"-nya memang sengaja digaris bawah). Sedangkan menurutku memasak untuk suami adalah salah satu cara konkrit untuk menyatakan cinta. Thing I'll do after marriage. Soalnya, I want him to be the first man I am cooking for (selain adikku, ayahku dan mungkin beberapa orang lain yang beruntung kecipratan mencicipi masakanku walaupun tak pernah kubuatkan masakan secara khusus). Ternyata sebegitu pentingnya arti makanan buatku ya? Hehe...dasar aku suka makan.

Memasak untuk seseorang itu benar-benar merupakan tanda cinta
Bukankah menyenangkan, pulang saat petang dan ditawari makanan hangat yang baru saja dimasak?
Bukankah rasanya dicintai, ketika dibuatkan camilan kesukaan di sore hari?
Bukankah menentramkan, kala mengetahui makanan kita malam ini disiapkan secara teliti dan hati-hati oleh seseorang yang kita cintai?

Dan...sampai di akhir tulisan ini, tiba-tiba aku merasa lapar lagi.