Berada di tepian jurang di atas samudera, aku berpegangan erat pada akar belukar yang berjuntai di tebing sebelahku. Akar-akar itu tipis. Namun ternyata cukup kuat. Demi mencegah diri agar tidak jatuh dalam gulungan ombak, kucengkeram mereka kuat-kuat, sambil terus melangkah perlahan. One step at a time, one step at a time..aku terus melangkah.
Aku yakin, ada yang menungguku. Aku yakin, beberapa jiwa tergantung pada tekadku untuk terus melaju. Aku tidak akan jatuh. Aku tidak boleh jatuh. Entah sudah berapa banyak peluh, darah dan air mata tercurah, sudah tak kupedulikan lagi. Aku terus melangkah mempercayakan langkah pada belukar-belukar tipis. Sesekali peganganku terlepas, sesekali belukar-belukar itu putus akibat terlalu kencang kujadikan pegangan. Sebelum terhempas, buru-buru kuraih belukar lain.
Jika mau menengadah, sebenarnya dapat kulihat tali-tali lain yang lebih kuat daripada sekedar belukar. Namun ketika aku mencoba meraih sebuah tali kekar itu, tali itu justru naik ke atas, membuatku susah meraihnya. Kupertaruhkan keberuntunganku, aku melompat untuk meraihnya, namun apa daya tali itu justru merosot, hampir memukulku menuju ganasnya ombak di bawahku. Ternyata tidak berguna memohon bantuan pada tali itu, tidak jika aku hampir mengorbankan nyawaku.
Tali lain yang dulu tampak selalu ada, selalu bersama kakiku melangkah, kini makin sering menghilang. Kadang naik tak terjangkau, kadang menghilang tak terlihat. Kurasa sudah cukup rintihan untuk memanggil, sebaiknya terus saja melangkah tanpa merintih.
Karena merintih itu menguras energi.
Mungkin karena terlarut dalam pikiranku sendiri, tak kulihat jalanan yang mulai licin. Tanganku masih meraba-raba belukar dan kakiku masih melangkah perlahan, namun pikiranku kini telah berada pada mode auto pilot. Bagian pikiran yang digunakan untuk menjaga fokus sedang asyik berkeliaran merenung tentang berbagai skenario seandainya dan bagaimana jika.
Fungsi auto pilotku tidak dilatih untuk sangat berhati-hati. Dalam sepersekian detik, kakiku meluncur. Refleksku segera menyadari aku akan terjatuh dan ia segera melontarkan kedua kakiku, memutar badanku sekian rupa sehingga untuk sesatuan waktu yang singkat, aku melayang di udara. Aku dapat memilih untuk jatuh.
Namun tentu bukan pilihan mudah itu yang kuambil. Sudah kubilang, ada yang menungguku. Entah apa, namun kuyakin ada hal besar yang menungguku di balik tebing curam nan mematikan ini. Sudah kubilang pula, ada yang bergantung padaku. Dalam bisikan "aku tidak akan menyerah" itu, kulihat sebuah tempat aman. Tak seberapa luas, namun aman untuk menjatuhkan diri alih-alih menyerah pada ganasnya ombak. Tak buang waktu, kulontarkan tubuhku ke tempat itu. Ajaib, ketemuan akar sangat besar yang bisa menjadi pegangan, ya Allah, betapa cintanya Dirimu padaku.
Berucap syukur, kugenggam erat akar besar yang kuat itu. Kuputuskan untuk beristirahat sejenak. Kubuka perbekalan dan kuambil sekedar untuk menghilangkan dahaga, lapar dan lelahku. Aku bahkan tidak tahu apakah bekalku akan cukup sampai aku menemukan apa yang menjadi tujuanku. Bagaimana aku bisa tahu? Jika aku tidak tahu seberapa jauh aku berada dari tujuan itu. Namun aku yakin, Allah Mencintaiku.
Selepas beristirahat, kupeluk tubuhku sendiri. Benar makin kupahami bahwa terkadang, pada tiap ujian dan musibah, yang manusia punya hanya dua hal. Tuhan dan dirinya sendiri. Tidak ada harta, tak ada ilmu, tak ada sahabat bahkan kekasih, tak ada siapapun. Ia hanya berdua. Bersama Tuhannya yang syukurlah, sebenarnya Mencintainya.
Kukeluarkan salah satu surat cintaMu. Untuk kesekian kalinya coba kuresapi surat itu. Surat di mana Kau Menuliskan untukku, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Kau Menulisnya dua kali. Berulang. Seolah aku tak akan langsung teryakinkan dengan hanya satu janji. Berapa Dirimu sangat Mengenalku yang keras kepala, yang tak mudah percaya. Yang sering lalai dan lupa. Lupa akan janjiMu ini.
Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.
Kurapalkan janjiMu itu berkali-kali. Kucoba untuk Mempercayainya kali ini. Perlahan mulai kuyakin, pasti Kau tidak akan Mengecewakanku. Tidak akan pernah. Aku percaya padaMu, bahwa kau Mencintaiku. Dan aku percaya bahwa Kau Sesuai dengan persangkaanku.