Lima tahun lamanya aku menetap di Jogja untuk kuliah. Pulang ke Kudus sekali-sekali. Waktu hendak pertama kali pergi ke Jogja untuk menetap, sama sekali tidak ada rasa takut. Entah kenapa. Mungkin karena aku sangat excited untuk kuliah di fakultas impianku, di kampus impianku. Aku tidak terlalu memikirkan, bagaimana kalau aku homesick, bagaimana kalau aku tidak bisa menyesuaikan diri, dan bagaimana-bagaimana yang lain. Aku mantap-mantap saja berangkat. Mungkin karena di sana aku mendapat teman-teman yang bener-bener tulus dan baik, karena ibu kosku care, atau karena Jogja memang kota yang menyenangkan, aku langsung merasa kerasan. Ternyata jadi mahasiswa yang ngekos itu enggak susah kok.
Lima tahun di Jogja, banyak sekali kenangan yang kubuat bersama orang-orang di sana. Tidak semuanya indah sih, sekali lagi tidak semuanya indah, tapi pasti secara keseluruhan, kenangan-kenangan itu manis buatku dan aku enggak yakin apakah aku bisa melupakan semuanya. Di kampus, di kos-kosan dan di berbagai sudut di seluruh penjuru Jogja, aku membuat kenanganku sendiri bersama orang-orang yang kukenal di sana. Kadang pula aku pergi sendirian, tak jadi masalah. Aku kangen pada beberapa jalan di Jogja, kangen sekali. Thanks to ingatanku yang kadang enggak penting, setiap kali melewati jalan tertentu, kadang ingatanku tentang kejadian-kejadian yang terjadi di jalan itu muncul sedetail-detailnya di otakku. Lengkap dengan ingatan exact tentang hal yang kupikirkan dan kurasakan saat itu. Ah!
Jogja benar-benar istimewa buatku.
Mungkin orang yang belum pernah tinggal beberapa lama di Jogja dan tidak menjalin hubungan dengan orang-orang di Jogja, tak akan bisa mengerti keistimewaannya.
Jujur saja, menjelang kepergianku dari kota ini, berhari-hari lamanya aku cuma tidur kurang dari 5 jam sehari (rekor banget buat aku). Aku susah tidur dan ketika terjaga, mataku langsung melek semelek-meleknya menyadari bahwa aku akan segera pergi dari Jogja. I was crying on the train that taking me away from Jogja. Perjalanan yang berat buatku. Bukan karena aku malas atau takut memulai pekerjaanku, tapi...meninggalkan sesuatu yang telah lama kita pegang itu berat sekali, kan? Makin menjauhi Jogja, kurasakan makin kuat cengkeraman daerah itu padaku. Aku ingin turun di stasiun terdekat dan asal naik saja kereta apapun yang menuju ke timur, aku mau tinggal di Jogja saja. Tapi aku enggak punya pilihan itu, kan.
Sekarang sudah sebulan lebih dua puluh hari aku tidak menginjak tanah Jogja. Rekor terlamaku, bahkan dulu ketika aku mendapatkan libur akhir semester selama dua bulan, aku masih mencari alasan untuk pergi ke Jogja. Sekedar untuk mengisi KRS dan tentu saja menemui teman-teman. Sekedar tidur semalam di kosku yang nyaman.
Tak bisa kupungkiri bahwa hal yang membuatku sangat mencintai Jogja adalah orang-orang yang kutemui di sana. Aku bersyukur banget karena aku mendapatkan beberapa (lumayan banyak) sahabat dan teman baik selama kuliah di Jogja. Persahabatan yang dalam dan tulus itu benar-benar ada, persahabatan-persahabatan itu bersemi dan tumbuh di Jogja. Entah kenapa, persahabatan yang kubentuk dari bangku kuliah itu terasa lebih dalam dan mengasyikkan. Mungkin karena aku makin bertambah usia, sehingga aku makin memerlukan orang untuk berbagi. Untuk bercerita dan menceritakan sesuatu padaku. Mengenal orang sedalam-dalamnya sehingga akhirnya kita bisa mengenalnya lebih dari sekedar "yang terlihat dari luar" itu ternyata menyenangkan dan fulfilling. Serasa hidup lebih berarti deh, hehe. Ah, beruntungnya aku sudah mengenal mereka. Namun kenapa ya, ketika satu persatu dari mereka mulai meninggalkan Jogja sepertiku, aku masih cinta dan kangen sekali sama Jogja? Mungkin Jogja itu memang merupakan setting yang pas untuk kenangan-kenangan indah.
Menurutku, kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul (3 kota dan kabupaten yang paling sering kukunjungi di provinsi DIY), semua relatif bersih dan teratur. Seperti Kudus juga, enggak jorok lah kotanya. Tidak semua kota dianugerahi ke-tidak-jorok-an seperti itu lho. Di Jogja, kita bebas berjalan kaki kemanapun tanpa takut akan menginjak sampah atau terkena lumpur hitam yang baunya enggak enak. Walaupun sekarang mulai sering macet, tapi jalanan di Jogja masih relatif teratur. Makanan di Jogja juga enak-enak dan masih relatif murah. Aku enggak suka gudeg, tapi itu bukan halangan, masih banyak pilihan lain. Terus orang Jogja itu mayoritas ramah-ramah banget. Ya ada juga sih yang judes, tapi mereka yang judes itu adalah para outlier yang jumlahnya enggak banyak, haha. Di Jogja, mau cari apa-apa juga gampang. Dari barang paling sederhana sampai paling canggih, bisa didapat. Maklumlah, Jogja kan kota pelajar sekaligus kota pariwisata. Jadi para pengusaha kreatif di Jogja pun berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhan para pendatang maupun para turis yang maunya kadang aneh-aneh, hehe.
Parahnya, sepertinya aku lebih hafal tempat-tempat di Jogja daripada di Kudus :o Ya, buatku Kudus itu akar, asal. Sejauh apapun aku melangkah hari ini dan nanti, aku akan selalu ingat akarku. Dasarku. Kudus juga rumah buatku, kan ayah dan ibuku ada di sana (meskipun sekarang ibu dan adikku pun sedang menuntut ilmu di Jogja, ahhh beruntungnya mereka). Kudus adalah tempat aku akan selalu kembali. Kudus yang tenang dan simpel, Kudus yang kecil dan nyaman untuk ditinggali. Kudus itu ibarat orang tua. Namun Jogja ibarat teman. Teman yang selalu menyambut kita kapanpun kita meninggalkan rumah. Teman yang selalu siap sedia menemani kita bersenang-senang, juga menampung kesedihan kita. If Kudus is calm and reserved, then Jogja is fun and friendly.
Aku enggak tahu siapa yang menciptakan slogan "Yogyakarta Berhati Nyaman", mungkin ia seseorang yang lama tinggal di Jogja kemudian pernah pergi meninggalkan Jogja; kemudian tiap kali kembali ke Jogja, hatinya terasa nyaman kembali. Mungkin. Bukan cuma aku lho yang kangen sekali sama Jogja, banyak teman-teman kuliahku yang sekarang sudah meninggalkan Jogja sepertiku juga merasakan hal yang sama. Jogja memang istimewa. Jogja selalu menarikku untuk kembali. Tak lama lagi, insyaallah. Walau sekedar tuk memuaskan mata, hati dan telingaku akan suasana Jogja. Dan tentu saja untuk menemui sahabat-sahabat :)
Akhir kata, aku ingin menutup postingan lebai penuh kerinduan ini dengan sebuah lagu dari band Everyday, judulnya "Kapan ke Jogja Lagi". Ah, lagu ini aku banget.
Kapan ke Jogja Lagi
(Everyday)
Berbagi manisnya secangkir teh hangat
Menikmati canda dan tawa di sudut jalan
Duduk dan santai, sekedar cerita bersama sahabat
Hatiku senang, hatiku nyaman, dududududu
Oh, kali ini aku jatuh cinta
Bukan pada orang, tapi pada suasana dan kota
Kenangan indah dan manis hias tawaku penuh riang
Hatiku nyaman, hatiku senang, dududududu
Seribu kenangan dan kisah buatku ingin kembali
Nikmati lagi, jatuh cinta lagi
Hati indah dan ceria kan selalu aku rindukan
Hatiku senang, hatiku nyaman, dududududu
Dan hatiku bertanya, kapan ke Jogja lagi?
Kapan ke Jogja lagi?
Kapan ke Jogja lagi?
Kapan ke Jogja lagi?
Kapan ke Jogja lagi?
Kapan ke Jogja lagi?
Kapan?
Jogja menyimpan banyak cerita
Kisahku, kisahmu dan mereka....
:))))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar