Beberapa saat yang lalu aku membaca sebuah artikel di internet tentang sisi-sisi kehidupan anak UGM. Bagi yang berminat bisa membacanya di sini. Setelah membaca artikel itu, mataku berkaca-kaca karena rindu. Huaaa, aku kangen sekali dengan masa-masa kuliah di UGM dulu. Bukan berarti aku tidak bersyukur atas keadaanku yang sekarang, tapi sampai saat ini aku masih merasa bahwa masa-masa kuliah adalah masa-masa yang menyenangkan. Ibarat bayi yang harus lahir dari rahim ibu, saat meninggalkan masa kuliah dan memasuki dunia kerja aku pun menangis. Sebabnya, aku seperti dipaksa untuk keluar dari rahim ibu, dari kenyamanan. Siapa lagi yang memaksa kalau bukan diriku sendiri, hehe. But actually, I like to force myself like that :p
Kembali ke topik utama. Aku merasa beruntung dan senang sekali karena bisa belajar di UGM selama 5 tahun. Kuliah di UGM merupakan cita-citaku sejak SD. Saat ibuku kuliah S2, aku sering diajak pergi ke Jogja, sekalian untuk berlibur. Ibuku selalu mengajakku ikut ke kampusnya, kampus Fakultas Pertanian UGM. Saat memasuki kampus UGM yang luas, aku yang masih berusia 10 tahun langsung terkagum, Kampusnya sangat luas, bus kota masuk dengan bebas. Sejauh mata memandang, tampak para mahasiswa. Mereka tampak begitu dewasa dan pintar-pintar semua. Sepanjang jalan berdiri bangunan-bangunan sederhana yang papan namanya memuat nama-nama luar biasa, misalnya "Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam". Sungguh mengesankan. Dulu, perpustakaannya masih berupa bangunan lama, tapi tentu saja besar dan mengesankan. Sayang dulu, ketika aku masih kelas 5 SD, tak banyak buku-buku di sana yang bisa kubaca.
Fakultas Pertanian kala itu pun tak kalah mengesankan. Di berbagai penjuru tampak kelompok-kelompok mahasiswa berdiskusi, entah apa yang mereka bicarakan. Aku tak mengerti karena mereka menggunakan banyak istilah teknis bidang keilmuan mereka. Teman-teman ibuku di pasca sarjana pertanian, seperti umumnya para mahasiswa di Jogja, juga ramah-ramah dan baik. Sembari menunggu ibuku mengurus entah apalah di suatu ruangan, aku memandangi rumput di bawah kakiku sembari bertekad. Besok kalau sudah besar, aku mau kuliah di UGM! Keinginan itu menancap benar di pikiranku. I must and I will. Meskipun saat itu aku belum tahu kalau aku akan ingin menjadi seorang Apoteker,
Ketika tiba saatnya bagiku untuk memilih universitas tempatku melanjutkan pendidikan setelah lulus SMA, dengan percaya diri aku memilih UGM, kampus impianku sejak kecil. Bukan, aku bukan murid terpintar di kelas, apalagi di sekolah, Tapi aku, yang selalu berusaha mengandalkan logika ini, ada kalanya bertindak berdasarkan intuisi. Intuisi "I must and I know I will" itu tadi. Seperti lagu Savage Garden yang judulnya I Knew I Loved You before I Met You, hehe. Menurutku, pada pandangan-pandangan pertama, kita telah memutuskan apakah sesuatu atau seseorang itu akan menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupan kita. Berdasarkan pengamatan kita di awal-awal, kita sudah tahu, kelak kita akan menganggapnya sebagai apa. When I saw UGM for the first times, I know that I must and I will, be there. Intuisi. Walaupun soal UM (Ujian Masuk)-nya susah sekali, tapi entah kenapa aku tenang-tenang saja. Mungkin karena saat itu umurku baru 17 tahun? Bisa jadi.
Aku merasa bahagia sekali ketika ibuku membangunkanku malam itu, dan memberi tahuku bahwa aku diterima di Fakultas Farmasi UGM. Saking bahagianya, aku tak bisa tidur lagi sampai pagi.
Aku merasa bahagia sekali ketika ibuku membangunkanku malam itu, dan memberi tahuku bahwa aku diterima di Fakultas Farmasi UGM. Saking bahagianya, aku tak bisa tidur lagi sampai pagi.
Dan tanpa terasa, sudah lebih dari setahun lalu aku lulus dari UGM. Waktu berjalan sangat cepat. It feels just like yesterday when I first spending the night alone in Jogja. I was alone, but I didn't feel alone at all. Semuanya mengalir saja. Senang, sedih, bahagia, galau, warna-warni lah. Semuanya mengalir saja. Beraneka mata kuliah datang dan pergi. Semuanya penting dan jujur, sebagian besar menarik buatku. Sekarang kusadari betapa nikmatnya berangkat pagi untuk kuliah dan praktikum seharian. Belajar dalam keadaan yang tenang dan nyaman. Di dunia kerja, belajar dilakukan sambil melakukan hal lain. Bahkan terkadang, untuk belajar tentang sesuatu yang sebenarnya berkaitan dengan pekerjaan kita, kita harus mencuri-curi waktu. I can't imagine a better place to pursue my bachelor and Apotechary degree, really. Just like I can't imagine to take another major besides pharmacy. Maybe it's my intuition speaking again, tapi beneran deh UGM itu keren banget. Googling sendiri sajalah, kenapa UGM itu keren, hehe.
Oh iya, aku sadar bahwa UGM, meskipun menurutku kerennya selangit, tetap saja mempunyai kekurangan, Kekurangan yang menurutku paling mengganggu dan mendesak untuk segera diperbaiki adalah kurangnya pengenalan terhadap dunia nyata. Dari percakapanku dengan beberapa teman sejawat Apoteker dari universitas lain, UGM (khususnya Fakultas Farmasi) memang lebih unggul di ranah teoritis. Mendalam sekali kami mempelajari orbital yang terlibat dalam reaksi kimia, proses pembelahan sel, proses terpicunya sistem imunitas spesifik, eksitasi elektron yang mendasari suatu analisa kimia, kinetika kimia dalam stabilita suatu zat aktif farmasi, apa yang terjadi antar molekul air dan minyak pada proses terbentuknya korpus emulsi. Mendalam sekali kami mempelajari teori balance score card, hierarki kebutuhan manusia, teori ciri-ciri profesi, teori komunikasi. Well, semua itu penting, namun waktu kami habis untuk mempelajari teori. Kurangnya persentuhanan kami dengan dunia nyata menjadikan kami sedikit kikuk dan terkaget ketika memasuki suatu industri, rumah sakit atau apotek. Maka sekarang aku setuju jika masa PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) di industri atau rumah sakit akan ditambah durasinya menjadi 6 bulan dari semula hanya 2 bulan. Aku pun setuju jika sebaiknya kuliah tamu dari berbagai golongan praktisi ditambah frekuensinya. Sedangkan bagi mereka yang memang tertarik untuk mendalami teori, dapat melanjutkan studinya ke jenjang master alih-alih mengambil program profesi Apoteker.
Praktikum-praktikum yang ada pun menurutku terlalu sederhana dan perlu diperbarui untuk menyesuaikan dengan perkembangan terkini di dunia nyata. Memang mahasiswa yang cerdas akan mampu menyari prinsip dari praktikum-praktikum yang ada untuk kemudian diterapkan dalam pengujian-pengujian lain yang lebih canggih di kemudian hari. Namun ada baiknya Farmasi UGM juga memperbaiki diri dengan memperbarui topik-topik praktikum yang telah ada. Akan lebih baik jika praktikum yang ada dirancang untuk lebih menggali kemampuan mahasiswa dalam berpikir mandiri, namun dengan tetap memelihara budaya teamwork. Mata praktikum yang telah menerapkan hal ini antara lain adalah praktikum Analisis Farmasi dan Analisis Obat, Kosmetika dan Makanan. Yang mana pada dua praktikum ini (which I proudly had ever been working at, as a technical assistant, hehe), praktikan harus mencari metode analisa untuk menganalisa suatu sediaan farmasi. Setelah itu, mereka harus mengkonsultasikannya pada dosen pembimbing sebelum menerapkan metode itu saat praktikum. It was fun, really. Meskipun ada juga yang masih mengandalkan laporan kakak kelas sebagai sumber metode analisa, tapi lumayan lah, enggak terlalu copy-paste banget. Karena kita harus mempertahankan metode itu di depan dosen pembimbing praktikum, jadi setidaknya kita harus paham tentang metode yang kita usulkan dan akan kita terapkan. Kira-kira seperti itu juga tahap pengembangan metode analisa di the real laboratory.
Ah, lagi-lagi tulisanku melebar kemana-mana.
Intinya, aku akan membeli kalender UGM 2015 di Kopma, untuk kemudian dipajang di meja kantor sebagai penawar rindu (atau malah akan semakin menambah rindu?).
Well,Have a nice day, readers :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar