01/04/10
geje
if i could turn back time, if only i were given a chance to make another choice. i swear i would try, not to fall. not to let anything -or anything- change the way i behave. the way i consider you as. but if it were happened, if i were given that chance, would i? would i be able to make another choice? or i probably just fallen in the same hole? that sounds like me.
11/03/10
yang Mungkin Sedang DIrasakan Beberapa Orang
Tulisan ini terinspirasi oleh sebuah kejadian yang kuamati di hidupku (ciee....). Nah, ini laporan dari "pengamatan"-ku itu...setelah diolah secara agak lebai. Hihihihi. Apakah anda mengalami suatu perasaan yang mirip dengan ini? This writing for you then. I hope you enjoy it. Jangan termehek-mehek ya...ini kan tulisan yang dilebai-lebaikan...jangan kebawa-bawa lebai. Love yourself first, don't hurt yourself, everything will fall into line.
********
Berani-beraninya aku mengharapkanmu. Padahal aku tahu aku harus berbahagia untukmu saat kau berbahagia dengan orang lain.
Aku tahu pasti kamu tidak sempurna, sama sekali tidak. Tapi semakin lama aku mengenalmu semakin bertambah pula keyakinanku bahwa kaulah yang kuinginkan untuk hidupku. Baru kali ini aku benar-benar membayangkan seseorang akan menemaniku menjadi tua. Kau memiliki…hampir semua yang kuinginkan. Aku bahkan kehabisan kata untuk menjelaskan apa saja itu. Aku tidak yakin apakah aku jenis orang yang kau sukai. Mungkin tidak. Benar-benar tidak. Buat apa kau memilihku? Tapi aku sangat yakin bahwa kaulah orang yang kusukai. Mungkin beberapa tahun dari sekarang orang lain akan datang ke hidupku dan aku terpaksa mengubah semua kekagumanku padamu. Sulit membayangkan aku akan menghabiskan sisa hidupku dengan orang lain, yang…mungkin tidak sama sepertimu. Aku tahu Tuhan selalu memberiku yang terbaik. Tapi membayangkan orang lain yang tidak sebaik kamu, tidak secerdas kamu, tidak se-humble kamu, tidak setenang kamu, pokoknya yang tidak seperti kamu, menemani aku, dan aku harus menerimanya…apakah aku sanggup?
Dan yang lebih menyakitkan, bagaimana jika orang lain akan datang ke hidupmu, dan mengubahnya? Lalu kamu akan menghabiskan sisa hidupmu dengannya, membagi semua yang kau miliki bersamanya. Hanya membayangkan hal itu akan terjadi saja sudah menyakitiku, serasa menggoreskan pisau tajam ke pikiranku, lalu menyiram luka yang baru terjadi dari pisau itu, dengan asam. Membayangkan kau akan berbahagia bersamanya, lalu aku harus berbahagia untuk kebahagiaanmu.
Dan kedua hal yang kutakutkan itu hanyalah menunggu waktu. Entah kapan semua itu terjadi. Saat kau akhirnya menyerah dan menyerahkan hatimu seutuhnya untuk orang lain yang kau cintai. Saat aku akhirnya mengalah pada nasib dan menyerahkan hatiku, cintaku, tubuhku, diriku…pada orang lain.
4-5 Maret 2010
********
Berani-beraninya aku mengharapkanmu. Padahal aku tahu aku harus berbahagia untukmu saat kau berbahagia dengan orang lain.
Aku tahu pasti kamu tidak sempurna, sama sekali tidak. Tapi semakin lama aku mengenalmu semakin bertambah pula keyakinanku bahwa kaulah yang kuinginkan untuk hidupku. Baru kali ini aku benar-benar membayangkan seseorang akan menemaniku menjadi tua. Kau memiliki…hampir semua yang kuinginkan. Aku bahkan kehabisan kata untuk menjelaskan apa saja itu. Aku tidak yakin apakah aku jenis orang yang kau sukai. Mungkin tidak. Benar-benar tidak. Buat apa kau memilihku? Tapi aku sangat yakin bahwa kaulah orang yang kusukai. Mungkin beberapa tahun dari sekarang orang lain akan datang ke hidupku dan aku terpaksa mengubah semua kekagumanku padamu. Sulit membayangkan aku akan menghabiskan sisa hidupku dengan orang lain, yang…mungkin tidak sama sepertimu. Aku tahu Tuhan selalu memberiku yang terbaik. Tapi membayangkan orang lain yang tidak sebaik kamu, tidak secerdas kamu, tidak se-humble kamu, tidak setenang kamu, pokoknya yang tidak seperti kamu, menemani aku, dan aku harus menerimanya…apakah aku sanggup?
Dan yang lebih menyakitkan, bagaimana jika orang lain akan datang ke hidupmu, dan mengubahnya? Lalu kamu akan menghabiskan sisa hidupmu dengannya, membagi semua yang kau miliki bersamanya. Hanya membayangkan hal itu akan terjadi saja sudah menyakitiku, serasa menggoreskan pisau tajam ke pikiranku, lalu menyiram luka yang baru terjadi dari pisau itu, dengan asam. Membayangkan kau akan berbahagia bersamanya, lalu aku harus berbahagia untuk kebahagiaanmu.
Dan kedua hal yang kutakutkan itu hanyalah menunggu waktu. Entah kapan semua itu terjadi. Saat kau akhirnya menyerah dan menyerahkan hatimu seutuhnya untuk orang lain yang kau cintai. Saat aku akhirnya mengalah pada nasib dan menyerahkan hatiku, cintaku, tubuhku, diriku…pada orang lain.
4-5 Maret 2010
Penyalutan Tablet
Penyalutan Tablet
Bagian pertama
Hari ini aku praktikum penyalutan tablet. Penyalutan tablet adalah salah satu topik praktikum di mata praktikum Teknologi dan Formulasi Sediaan Padat (semester 4). Yuhuu, jadi dalam praktikum ini kami akan me-make over tablet biasa yang kurang memikat jadi tablet salut gula yang manisss :p
Kenapa sih tablet harus disalut segala? Menurut sejarah, penyalutan sediaan padat seperti pil (tablet dulu belum ada kali yaa) itu merupakan salah satu adaptasi dari pengawetan makanan. Emang kan, kalau permukaan luar tablet ketutup kan bagian dalamnya lebih terlindungi. Selain itu tujuan lainnya adalah menutupi rasa atau bau obat yang pahit atau nggak enak (seperti yang udah ditulis tadi…jadi lebih memikat). Oia, penyalutan tablet itu nggak harus pakai gula, bisa juga pakai film/lapisan tipis (namanya tablet salut film). Termasuk dalam jenis tablet salut film adalah tablet salut enterik (akan dibicarakan nanti). Sekarang, tujuan penyalutan bukan cuma buat melindungi tablet dan menutupi rasa n bau nggak enak, tapi juga untuk memberi identitas pada tablet itu. Jadi di bagian luar tablet bisa diprint logo perusahaan atau merek tabletnya. Tentu aja ngeprint-nya bukan pake tinta fotokopian atau tinta printer ya…hohoho. Selain itu, yang lebih canggih lagi, penyalutan tablet ternyata bisa mengontrol pelepasan tablet. Misalnya tablet salut enterik, tablet itu nggak akan pecah dan larut di lambung, tapi baru akan pecah di usus. Berguna banget kan buat bikin obat cacing, soalnya kan cacing kebanyakan hidup di usus, hiiii. Berguna juga kalau obatnya tu dirusak oleh asam lambung atau bikin “stomach upset” alias sedih lambung, hoho (karena obatnya mengiritasi lambung).
Tahap pertama dari penyalutan gula adalah sealing atau penyegelan. Maksudnya tabletnya disegel sama bahan-bahan tertentu (kalo menurutku, penyegelan tu hampir mirip sama dilaminating gitu, tapi lebih tipis dan segelnya bukan plastik!) biar bahan aktifnya nggak lari kemana-mana dan zat aktif obatnya nggak rusak. Harusnya sih penyegelan pake shellac dan alkohol yang dicampur. Tapi di praktikum ini kami nggak mengadakan penyegelan, soalnya tablet yang dipakai para farmasis pemula ini nggak mengandung bahan aktif atau bahan obat, saudara-saudara. Isinya cuma amilum (alias pati alias tepung) dan laktosa (gula susu). Jadi tabletnya nggak berkhasiat sama sekali. Yah namanya juga cuma buat belajar, dalam praktikum kali ini kandungan bahan aktif emang nggak penting. Jadi langsung aja kita menuju ke tahap kedua yaitu subcoating. Subcoating tujuannya membentuk biar tablet jadi secembung mungkin. Kenapa harus cembung? Kalau tabletnya cembung, nanti tablet itu akan mudah disalut dengan gula dan bahan pewarna. Kalau tabletnya nggak cembung (datar) nanti kalau kena larutan gula atau pewarna, ia akan mudah bertumpuk atau bergabung satu sama lain, jadi kayak burger. Coba bayangin, kalau beberapa koin yang permukannya datar ditumpuk, dia pasti membentuk tumpukan yang lebih stabil dibanding tumpukan yang dibentuk oleh bola bekel, kan? Bola bekel nggak bisa bertumpuk, karena permukaannya cembung banget (ini perumpamaan ekstrim lho). Kalau permukaan tablet datar, ia akan mudah membentuk tumpukan satu sama lain dan tumpukan itu akan diikat oleh cairan kental yang digunakan untuk menyalut tablet itu. Kalau cairan itu kering, tumpukan itu akan memfosil bersama-sama, nggak bisa dilepas dan terbentuklah burger tablet dengan isi cairan penyalut di dalamnya. Rugi dunk perusahaannya.
Untuk memulai tahap subcoating ini, pertama kita siapkan bahan yang diperlukan (udah kayak Farah Quinn aja ni lagaknya). Bahan yang diperlukan adalah tablet (yang akan disalut), gula pasir, gelatin, PGA, air, talk, dan kalsium karbonat. Takarannya? Rahasia perusahaan dunk…hahaha. Nggak ding! Sebelum mulai diapa-apain, tablet harus dibebas debukan dulu. Alias dihilangkan debu-debu yang ada di permukaannya. Kenapa harus bebas debu? Kalau ada debunya, nanti debu itu akan terjepit di antara tablet dan lapisan penyalut, sehingga tabletnya jadi nggak muluss. Di praktikum ini, biar tablet-tabletnya jadi bebas debu, tabletnya digelar di loyang gede terus ditutup sama kawat kassa yang lubangnya kecil. Terus, debunya disedot melalui kawat kassa itu, pake…vacuum cleaner! Hahaha.
Terus, sisihkan sedikit sampel tablet buat diuji. Uji-uji yang dilakukan yaitu uji keseragaman bobot, uji waktu hancur, uji kekerasan, dan uji kerapuhan. Ya gitu deh pokoknya. Hohoho. Terlalu teknis buat ditulis di blog. Tablet harus memenuhi syarat (variasi bobotnya nggak terlalu jauh, cukup keras, nggak rapuh/gampang remuk, tapi bisa hancur). Tablet yang akan disalut nggak boleh terlalu gampang hancur. Nanti jangan-jangan sebelum penyalutan selesai semua tablet remuk, rugi lah perusahaannya (proses penyalutan kan sadis, hehehe). Terus, sekarang mari kita racik suspensi penyalutnya. Yup, ini suspensi bukan larutan. Suspensinya terdiri dari dua komponen utama, yaitu larutan (isinya air, gula, PGA/Pulvis Gummi Arabici/serbuk gom Arab) dan serbuk (isinya talk dan kalsium karbonat) yang di-misce fac lege artis (dicampur dengan seni, hehehe). Pelarutnya air, terus ada talk dan kalsium karbonat yang jelas-jelas nggak larut air, tapi udah bisa nyampur lho sebelum diblender. Kok bisa? Farmasis gitu lho. Hihihi, nggak ding. Meskipun sudah terbentuk campuran yang merata di setiap bagian, tapi campuran tetep diblender biar gulanya hancur. Kalau nggak hancur nanti Kristal gulanya keliatan (besar-besar) gitu di tabletnya, tablet jadi nggak mulus. Soalnya gulanya 2 ons tapi airnya cuma 150 ml, jadi gulanya nggak larut semua, ada yang cuma nyebar aja. Tapi nyebarnya merata kok, hehe.
Setelah itu kita usapkan sedikit suspensi tadi ke panci penyalut. Suspensi jangan kebanyakan, nanti kalau kebanyakan, bukannya jadi tablet salut tapi jadi ampyang tablet. Tau ampyang? Itu lho gula Jawa yang dilelehin dan bertabur kacang tanah. Nanti suspensi akan membentuk lempengan dan tablet-tablet bertaburan di atasnya, hahaha. Bener-bener mirip ampyang. Panci penyalut bentuknya kayak gentong gitu, bisa digantungkan ke sebuah mesin yang menggerakkannya. Setelah panci terlapis semua dan lapisannya kering, tablet dimasukkan dan panci diputar. Terus…sebarkan sebagian suspensi penyalut ke tablet-tablet malang itu. Hahaha. Nah, segera setelah tablet ditaburi suspensi, masukkan tangan (yes tangan, your bare hand) ke dalam panci itu dan jangan sampai ada tablet yang nempel di panci dan atau saling berlekatan satu sama lain. Caranya? Sapukan tanganmu ke dinding panci berlawanan arah dengan arah putaran panci untuk melepas tablet-tablet sok berani yang nempel disitu. Terus tablet yang berjatuhan di dasar panci (pancinya muter ya jangan lupa) diremes-remes dengan tangan. Meremasnya pake seni ya, cukup kuat biar tumpukan tablet bisa lepas, tapi cukup lembut biar tablet nggak hancur :p kayaknya kalau ditulis gampang ya, padahal kalo melakukan sendiri berat dan bikin pegel lho, terutama pas ngelepas tablet yang masih basah dan lengket di dinding panci itu. Wah, bisa melatih otot di tangan nih. Hihihi. Jangan lupa pancinya dialiri udara biar cepet kering (hihihi, tadi pake kipas angin). Penyiksaan tablet ini dilakukan sampai tablet kering, nggak basah lagi. Dan tahap penyiksaan untuk tablet dan latihan otot tangan untuk praktikan, eh, maksudnya subcoating ini dilakukan 9-10 kali harusnya. Tapi karena keterbatasan waktu, cuma dilakukan 4 kali deh. Hoho, tabletnya beruntung ya. Soalnya baru 4 kali di-subcoating aja udah ada beberapa tablet yang berguguran alias remuk.
Tunggu kelanjutannya ^^
Bagian pertama
Hari ini aku praktikum penyalutan tablet. Penyalutan tablet adalah salah satu topik praktikum di mata praktikum Teknologi dan Formulasi Sediaan Padat (semester 4). Yuhuu, jadi dalam praktikum ini kami akan me-make over tablet biasa yang kurang memikat jadi tablet salut gula yang manisss :p
Kenapa sih tablet harus disalut segala? Menurut sejarah, penyalutan sediaan padat seperti pil (tablet dulu belum ada kali yaa) itu merupakan salah satu adaptasi dari pengawetan makanan. Emang kan, kalau permukaan luar tablet ketutup kan bagian dalamnya lebih terlindungi. Selain itu tujuan lainnya adalah menutupi rasa atau bau obat yang pahit atau nggak enak (seperti yang udah ditulis tadi…jadi lebih memikat). Oia, penyalutan tablet itu nggak harus pakai gula, bisa juga pakai film/lapisan tipis (namanya tablet salut film). Termasuk dalam jenis tablet salut film adalah tablet salut enterik (akan dibicarakan nanti). Sekarang, tujuan penyalutan bukan cuma buat melindungi tablet dan menutupi rasa n bau nggak enak, tapi juga untuk memberi identitas pada tablet itu. Jadi di bagian luar tablet bisa diprint logo perusahaan atau merek tabletnya. Tentu aja ngeprint-nya bukan pake tinta fotokopian atau tinta printer ya…hohoho. Selain itu, yang lebih canggih lagi, penyalutan tablet ternyata bisa mengontrol pelepasan tablet. Misalnya tablet salut enterik, tablet itu nggak akan pecah dan larut di lambung, tapi baru akan pecah di usus. Berguna banget kan buat bikin obat cacing, soalnya kan cacing kebanyakan hidup di usus, hiiii. Berguna juga kalau obatnya tu dirusak oleh asam lambung atau bikin “stomach upset” alias sedih lambung, hoho (karena obatnya mengiritasi lambung).
Tahap pertama dari penyalutan gula adalah sealing atau penyegelan. Maksudnya tabletnya disegel sama bahan-bahan tertentu (kalo menurutku, penyegelan tu hampir mirip sama dilaminating gitu, tapi lebih tipis dan segelnya bukan plastik!) biar bahan aktifnya nggak lari kemana-mana dan zat aktif obatnya nggak rusak. Harusnya sih penyegelan pake shellac dan alkohol yang dicampur. Tapi di praktikum ini kami nggak mengadakan penyegelan, soalnya tablet yang dipakai para farmasis pemula ini nggak mengandung bahan aktif atau bahan obat, saudara-saudara. Isinya cuma amilum (alias pati alias tepung) dan laktosa (gula susu). Jadi tabletnya nggak berkhasiat sama sekali. Yah namanya juga cuma buat belajar, dalam praktikum kali ini kandungan bahan aktif emang nggak penting. Jadi langsung aja kita menuju ke tahap kedua yaitu subcoating. Subcoating tujuannya membentuk biar tablet jadi secembung mungkin. Kenapa harus cembung? Kalau tabletnya cembung, nanti tablet itu akan mudah disalut dengan gula dan bahan pewarna. Kalau tabletnya nggak cembung (datar) nanti kalau kena larutan gula atau pewarna, ia akan mudah bertumpuk atau bergabung satu sama lain, jadi kayak burger. Coba bayangin, kalau beberapa koin yang permukannya datar ditumpuk, dia pasti membentuk tumpukan yang lebih stabil dibanding tumpukan yang dibentuk oleh bola bekel, kan? Bola bekel nggak bisa bertumpuk, karena permukaannya cembung banget (ini perumpamaan ekstrim lho). Kalau permukaan tablet datar, ia akan mudah membentuk tumpukan satu sama lain dan tumpukan itu akan diikat oleh cairan kental yang digunakan untuk menyalut tablet itu. Kalau cairan itu kering, tumpukan itu akan memfosil bersama-sama, nggak bisa dilepas dan terbentuklah burger tablet dengan isi cairan penyalut di dalamnya. Rugi dunk perusahaannya.
Untuk memulai tahap subcoating ini, pertama kita siapkan bahan yang diperlukan (udah kayak Farah Quinn aja ni lagaknya). Bahan yang diperlukan adalah tablet (yang akan disalut), gula pasir, gelatin, PGA, air, talk, dan kalsium karbonat. Takarannya? Rahasia perusahaan dunk…hahaha. Nggak ding! Sebelum mulai diapa-apain, tablet harus dibebas debukan dulu. Alias dihilangkan debu-debu yang ada di permukaannya. Kenapa harus bebas debu? Kalau ada debunya, nanti debu itu akan terjepit di antara tablet dan lapisan penyalut, sehingga tabletnya jadi nggak muluss. Di praktikum ini, biar tablet-tabletnya jadi bebas debu, tabletnya digelar di loyang gede terus ditutup sama kawat kassa yang lubangnya kecil. Terus, debunya disedot melalui kawat kassa itu, pake…vacuum cleaner! Hahaha.
Terus, sisihkan sedikit sampel tablet buat diuji. Uji-uji yang dilakukan yaitu uji keseragaman bobot, uji waktu hancur, uji kekerasan, dan uji kerapuhan. Ya gitu deh pokoknya. Hohoho. Terlalu teknis buat ditulis di blog. Tablet harus memenuhi syarat (variasi bobotnya nggak terlalu jauh, cukup keras, nggak rapuh/gampang remuk, tapi bisa hancur). Tablet yang akan disalut nggak boleh terlalu gampang hancur. Nanti jangan-jangan sebelum penyalutan selesai semua tablet remuk, rugi lah perusahaannya (proses penyalutan kan sadis, hehehe). Terus, sekarang mari kita racik suspensi penyalutnya. Yup, ini suspensi bukan larutan. Suspensinya terdiri dari dua komponen utama, yaitu larutan (isinya air, gula, PGA/Pulvis Gummi Arabici/serbuk gom Arab) dan serbuk (isinya talk dan kalsium karbonat) yang di-misce fac lege artis (dicampur dengan seni, hehehe). Pelarutnya air, terus ada talk dan kalsium karbonat yang jelas-jelas nggak larut air, tapi udah bisa nyampur lho sebelum diblender. Kok bisa? Farmasis gitu lho. Hihihi, nggak ding. Meskipun sudah terbentuk campuran yang merata di setiap bagian, tapi campuran tetep diblender biar gulanya hancur. Kalau nggak hancur nanti Kristal gulanya keliatan (besar-besar) gitu di tabletnya, tablet jadi nggak mulus. Soalnya gulanya 2 ons tapi airnya cuma 150 ml, jadi gulanya nggak larut semua, ada yang cuma nyebar aja. Tapi nyebarnya merata kok, hehe.
Setelah itu kita usapkan sedikit suspensi tadi ke panci penyalut. Suspensi jangan kebanyakan, nanti kalau kebanyakan, bukannya jadi tablet salut tapi jadi ampyang tablet. Tau ampyang? Itu lho gula Jawa yang dilelehin dan bertabur kacang tanah. Nanti suspensi akan membentuk lempengan dan tablet-tablet bertaburan di atasnya, hahaha. Bener-bener mirip ampyang. Panci penyalut bentuknya kayak gentong gitu, bisa digantungkan ke sebuah mesin yang menggerakkannya. Setelah panci terlapis semua dan lapisannya kering, tablet dimasukkan dan panci diputar. Terus…sebarkan sebagian suspensi penyalut ke tablet-tablet malang itu. Hahaha. Nah, segera setelah tablet ditaburi suspensi, masukkan tangan (yes tangan, your bare hand) ke dalam panci itu dan jangan sampai ada tablet yang nempel di panci dan atau saling berlekatan satu sama lain. Caranya? Sapukan tanganmu ke dinding panci berlawanan arah dengan arah putaran panci untuk melepas tablet-tablet sok berani yang nempel disitu. Terus tablet yang berjatuhan di dasar panci (pancinya muter ya jangan lupa) diremes-remes dengan tangan. Meremasnya pake seni ya, cukup kuat biar tumpukan tablet bisa lepas, tapi cukup lembut biar tablet nggak hancur :p kayaknya kalau ditulis gampang ya, padahal kalo melakukan sendiri berat dan bikin pegel lho, terutama pas ngelepas tablet yang masih basah dan lengket di dinding panci itu. Wah, bisa melatih otot di tangan nih. Hihihi. Jangan lupa pancinya dialiri udara biar cepet kering (hihihi, tadi pake kipas angin). Penyiksaan tablet ini dilakukan sampai tablet kering, nggak basah lagi. Dan tahap penyiksaan untuk tablet dan latihan otot tangan untuk praktikan, eh, maksudnya subcoating ini dilakukan 9-10 kali harusnya. Tapi karena keterbatasan waktu, cuma dilakukan 4 kali deh. Hoho, tabletnya beruntung ya. Soalnya baru 4 kali di-subcoating aja udah ada beberapa tablet yang berguguran alias remuk.
Tunggu kelanjutannya ^^
Label:
Informasi,
kritis,
posting berbahasa Indonesia,
sok tau
12/02/10
Kunjungan ke Dokter Saraf (bagian 2)
Mau tahu kenapa aku harus pergi ke dokter saraf? Padahal kalau dilihat sepintas aku tampak sangat sehat walafiat.
Ya, aku memang sehat walafiat. Saat ini. Biasanya, di daftar tunggu pasien dokter saraf, akulah pasien yang paling muda, paling bugar, paling stabil, paling lincah…bahkan kalau mau aku bisa mengendarai motor (atau mobil? hahaha) sendiri ke tempat praktek dokter itu. Aku bisa berjalan dengan mudah. Aku bahkan bisa berlari dan main kasti. Aku bisa kuliah. Aku bisa bicara tanpa tergagap. Aku memiliki kemampuan koordinasi dan keseimbangan yang normal. Sistem persarafan di tubuhku sangat mampu melakukan apa yang dilakukan oleh sistem persarafan orang normal lainnya.
Tapi aku diharuskan minum obat setiap hari untuk memastikannya.
Di meja kamarku aku meletakkan obat yang harus kuminum setiap kali sehabis makan. Bukan hal yang menyenangkan untuk menjadi seperti orang sakit karena harus minum obat 3 kali sehari. Terkadang cukup merepotkan. Apalagi kalau dari buku-buku farmasi yang kau pelajari kau tahu bahwa obat itu dapat menyebabkan kerusakan hati jika diminum dalam jangka panjang (seperti yang aku lakukan).
Dulu pertama kali diharuskan minum obat, aku benar-benar jengkel dengan efek sampingnya. Mukaku jadi jerawatan. Dan bukan sekedar 1-2 jerawat merah besar biasa yang kau dapat kalau PMS itu. Jerawat yang muncul benar-benar banyak…dan parah. Mungkin 5-10 kali lipat lebih parah dari jerawat PMS. Dan jerawat itu muncul setiap waktu, bukan hanya pas PMS doang. Meninggalkan bekas lagi. Muka jadi kasar. Jerawat terutama muncul di dahi dan dagu dan nggak mempan dikasih obat apapun. Aku sendiri sering nggak tega lihat fotoku waktu itu, saking parahnya jerawatnya. Huft, untung sekarang sudah berlalu.
Obat-obatan itu adalah obat-obatan anti epilepsi. Waktu aku kelas 3 SMA (17 tahun) tiba-tiba aku kejang tanpa sebab. Kepalaku sakit sesakit-sakitnya, dunia tampak berkedip-kedip, kemudian memutar, kemudian rasanya seperti penderita anemia yang meloncat mendadak dari posisi jongkok, tapi perasaan berkunang-kunang itu tidak kunjung hilang. Aku menunggu dengan tenang, meyakinkan diri kalau perasaan berkunang-kunang itu akan hilang dan dunia akan kembali normal, aku cuma perlu minum suplemen penambah darah. Lalu damai (nggak sadar, maksudnya!). Dan ketika bangun, orang-orang sudah mengelilingiku yang kebingungan. Sepanjang perjalanan (yang baru aku sadari ketika sudah benar-benar sadar bahwa itu adalah perjalanan ke rumah sakit), aku tertidur dan terbangun beberapa kali. Rasanya capek sekali. Tapi aku ingat beberapa jalan yang kulalui, dan orang-orang yang mengantarku. Aku mengingat suara ibuku yang bertanya, apa yang kurasakan (kujawab dengan rengekan childish-manja-nyebelin, habisnya ngantuk sih). Ayahku yang menyambutku di depan ruangan (yang ternyata ruangan UGD), beliau baru saja pulang kerja dan langsung menyusul kesana, aku inget aku membalas senyum khawatir ayahku. Rasanya tenang. Aku ingat. Aku ingat di ruang UGD itu ada anak kecil yang menangis dan merengek dengan keras sekali sehingga membuatku tambah pusing dan capek. Kata ayah saat itu, anak kecil itu mengalami kecelakaan dengan alat pancing -.- Ada perawat cowok yang menyuntikkan cairan uji alergi di lenganku (untuk mengetahui aku alergi dengan obat tertentu atau tidak). Kemudian memasang infus dan mengomentari keberanianku yang cuma diam saja ketika infus itu dipasang. Ia bertanya aku kelas berapa. Kujawab aku kelas 3 SMA. Ia menanyaiku ingin masuk jurusan apa. Farmasi, jawabku. Lalu ia berkata "pantes gak wedi diinfus". Kemudian ada perawat cewek yang baru datang dan bertanya padanya "Emang dia pingin masuk apa? Keperawatan?". Ia menjawab "Farmasi". Dan suster cewek tadi hanya ber-ooh lalu berlalu.
Ayah menemaniku. Rasanya tenang. Ibuku saat itu dimana ya? Jangan-jangan beliau sedang sedih...sorry mom :'( oh iya, ibuku yang mendapatiku sedang kejang di kamar adikku, ternyata memasukkan jarinya di antara gigi geraham atas dan bawahku (tujuannya adalah untuk mencegah agar aku tidak memotong lidahku sendiri dengan gigiku...harusnya pakai handuk atau kain yang empuk, tapi kan lagi panik). And you know what?? Tindakannya menyelamatkan lidahku itu membuat jarinya lebam dan bengkak selama berbulan-bulan :'( Memang benar, cinta orang tua itu sepanjang jalan :')
Terus dunia berputar dan berkedip-kedip lagi. Aku bilang ke bapak "Pak, pusing". Kemudian damai lagi (maksudnya nggak sadar lagi). Ternyata saat itu aku kejang lagi. Ketika sadar, aku sudah berada di ruangan yang penuh alat, entah kenapa aku langsung sadar kalau otakku sedang diperiksa. Saat itu seingetku ada bapakku dan dua orang pegawai laki-laki yang sepertinya bertugas mengoperasikan alat-alat itu. Setelah kepalaku dikeluarkan dari alat itu, aku merasa pusing banget dan dengan suksesnya aku pun muntah. Ewww...mana setelah itu aku ketiduran lagi, hehe enggak tanggung jawab banget ya. Jadi merasa bersalah dengan siapapun yang kurepotkan saat itu, kudoakan mereka semua naik gaji deh. Ketika aku sadar lagi, aku sudah berada di suatu ruangan, di depanku ada meja, di belakang meja itu ada seorang suster. Kemudian ada suster lain sedang menyanyikan sebuah lagu yang enggak aku ketahui, tapi aku masih ingat liriknya. Kayaknya ya, otakku saat itu seperti dipermainkan tombol on/off-nya. Ketika on, dia langsung berfungsi dengan terlalu tajam, sampe-sampe aku masih ingat detail kejadian-kejadian itu sampai sekarang. Dan ketika tombol off ditekan, aku langsung tidur. Aneh banget :o
Suster yang melihatku bangun segera memanggil keluargaku. Ayah dan ibuku sedang pergi, jadi bulik (adiknya bapak) yang datang. Ruangan itu benar-benar tertutup dari luar, tidak ada jendela, tidak ada jam dinding, jadi aku tidak tahu itu jam berapa dan tanggal berapa. Dan yang kutanyakan pada bulikku adalah, "Bulik, tanyakan ke ibu atau bapak dong, udah transfer ke panitia UM UN*** apa belum, paling lambat tanggal segini lho. Oh iya, transfernya lewat bank B**". Jelas aja bulikku bengong sambil ngeliatin aku. I might hit my head on that cupboard too hard, haha. Setelah itu aku tidur lagi. Bener-bener mirip bayi baru lahir.
Ayah menemaniku. Rasanya tenang. Ibuku saat itu dimana ya? Jangan-jangan beliau sedang sedih...sorry mom :'( oh iya, ibuku yang mendapatiku sedang kejang di kamar adikku, ternyata memasukkan jarinya di antara gigi geraham atas dan bawahku (tujuannya adalah untuk mencegah agar aku tidak memotong lidahku sendiri dengan gigiku...harusnya pakai handuk atau kain yang empuk, tapi kan lagi panik). And you know what?? Tindakannya menyelamatkan lidahku itu membuat jarinya lebam dan bengkak selama berbulan-bulan :'( Memang benar, cinta orang tua itu sepanjang jalan :')
Terus dunia berputar dan berkedip-kedip lagi. Aku bilang ke bapak "Pak, pusing". Kemudian damai lagi (maksudnya nggak sadar lagi). Ternyata saat itu aku kejang lagi. Ketika sadar, aku sudah berada di ruangan yang penuh alat, entah kenapa aku langsung sadar kalau otakku sedang diperiksa. Saat itu seingetku ada bapakku dan dua orang pegawai laki-laki yang sepertinya bertugas mengoperasikan alat-alat itu. Setelah kepalaku dikeluarkan dari alat itu, aku merasa pusing banget dan dengan suksesnya aku pun muntah. Ewww...mana setelah itu aku ketiduran lagi, hehe enggak tanggung jawab banget ya. Jadi merasa bersalah dengan siapapun yang kurepotkan saat itu, kudoakan mereka semua naik gaji deh. Ketika aku sadar lagi, aku sudah berada di suatu ruangan, di depanku ada meja, di belakang meja itu ada seorang suster. Kemudian ada suster lain sedang menyanyikan sebuah lagu yang enggak aku ketahui, tapi aku masih ingat liriknya. Kayaknya ya, otakku saat itu seperti dipermainkan tombol on/off-nya. Ketika on, dia langsung berfungsi dengan terlalu tajam, sampe-sampe aku masih ingat detail kejadian-kejadian itu sampai sekarang. Dan ketika tombol off ditekan, aku langsung tidur. Aneh banget :o
Suster yang melihatku bangun segera memanggil keluargaku. Ayah dan ibuku sedang pergi, jadi bulik (adiknya bapak) yang datang. Ruangan itu benar-benar tertutup dari luar, tidak ada jendela, tidak ada jam dinding, jadi aku tidak tahu itu jam berapa dan tanggal berapa. Dan yang kutanyakan pada bulikku adalah, "Bulik, tanyakan ke ibu atau bapak dong, udah transfer ke panitia UM UN*** apa belum, paling lambat tanggal segini lho. Oh iya, transfernya lewat bank B**". Jelas aja bulikku bengong sambil ngeliatin aku. I might hit my head on that cupboard too hard, haha. Setelah itu aku tidur lagi. Bener-bener mirip bayi baru lahir.
2 kali kejang dalam selang waktu yang singkat dan tanpa dipicu oleh hal-hal yang biasanya memicu kejang, (seperti hipoglikemia parah, mabuk alkohol, atau stress berat) yang kualami saat itu sudah cukup buat menegakkan diagnosa kalau aku ini penderita epilepsi.
Jadi aku epilepsi. Oke. Entah kenapa waktu itu aku enggak stress mendengarnya. Biasa aja tuh. Mungkin karena diberi valium (sok tau). Valium? Ya, mungkin aja pas kejang kedua (di UGD) aku diberi valium (Hehehe sok tau lagi…nggak ding!). Tapi bener lho, obat darurat buat orang yang kejang itu valium alias diazepam. Tuh di kulkas rumah masih ada 2 dosis. Terus selama di ICU rasanya ngantuk terus. Kesadaran rasanya “hilang-timbul”. Entah dikasih apa. Barbiturat mungkin? Hmm, jadi inget para mencit di praktikum farmakologi. Jadi bisa dikatakan kalau sistemku udah berpengalaman dalam memetabolisme obat-obatan. Hiks, kasihan ya liverku, ginjalku…
Ya, epilepsi itu nggak menyakiti secara fisik. Gimana mau kerasa sakit, selama kejang kan nggak sadarkan diri. Tapi setelah sadar, bingung cuy! Disorientasi dan ngantuk berat. Sebelum kejang, ada sih tandanya (“aura”). Aku inget, aku pusing berat sebelum kejang. Yang bahaya dari epilepsi adalah kalau pas kumat si penderita kejedug alias kebentur (kayak aku, untung nggak parah), jatuh, atau tenggelam. Bahaya juga lho kalau epilepsinya kumat pas penderita nyebrang jalan, mengemudi, lagi nyetrika, dan sedang melakukan kegiatan lain yang menuntut kewaspadaan penuh gitu.
Karena itu, buat memastikan aku aman dan nggak kejang lagi, aku harus minum obat. Dan kontrol ke dokter saraf. Kalau sakit “biasa” kayak flu dan harus ke dokter, aku juga harus jelasin ke dokternya kalau aku ini minum obat blablabla secara rutin karena blablabla jadi mohon jangan dikasih obat yang inkompatibel sama obat blablabla yang harus kuminum itu. Kadang aku bosen kalo ditanya kenapa aku harus minum obat terus. Kenapa di kamarku ada banyak obat-obatan aneh.
Tapi kan emang aku harus menjelaskan buat apa aku minum obat itu. Karena aku nggak kelihatan seperti orang yang harus minum obat. Karena aku sehat walafiat!
Dan aku berdoa semoga tubuhku tetap sehat untuk dapat terus menerima obat-obatan itu.
So I take it, and be grateful. Truuuuly grateful.
Hmm, epilepsi memberi pandangan baru terhadap hidup. Epilepsi sudah mendewasakanku (cieee…). Kalau ditanya apa saja yang kusyukuri karena epilepsi, jawabannya banyak banget. Mungkin dulu, dua tahun lalu, epilepsi pernah menyakiti dan membuat orang-orang di sekitarku panik. Mungkin epilepsi sudah merepotkanku dan membuatku sedih. Dulu sempat aku sedikit "protes", kenapa aku? Kenapa harus aku yang kena? Aku, yang tidak pernah mengejek atau menjauhi penderita epilepsi lain?? Dulu pernah ada seseorang yang kena serangan epilepsi, teman-temanku ketakutan akan tertular karena menurut mereka epilepsi menular melalui air liur penderita (padahal itu tidak benar, epilepsi enggak menular kaleee). Tapi aku tidak, aku memperlakukan orang itu sewajarnya seperti dia orang normal, lalu kenapa aku? Hahaha, pemikiran ini timbul karena waktu itu aku stres memikirkan mukaku yang hancur karena fenitoin. Jadi desperate gitu.
Terus satu lagi kekhawatiranku: kalau aku jadi tambah (maaf) bego dan oon gimana? Soalnya dari info yang kudapat saat browsing internet (dari situs enggak jelas, hehe maklumlah dulu belum ngerti apa itu jurnal ilmiah, apalagi textbook), ditulis bahwa setiap kali kejang, ada 50 sel saraf di otak yang mati. Berarti dari dua kejadian kejang itu, aku sudah mematikan 100 sel sarafku dong?? Padahal dari pelajaran biologi pas kelas 2 SMA aku belajar kalau sel saraf itu enggak bisa membelah diri a.k.a tubuh tidak bisa membentuk sel saraf baru untuk menggantikan sel yang rusak atau mati. Nah kalau diantara 100 sel yang mati itu ada yang penting bagaimana? Syukurlah ingatanku baik-baik saja setelah itu. Waktu aku tanyakan hal itu ke dokter saraf, dengan yakin beliau menjawab "Enggak apa-apa kalau ada yang mati, memang benar enggak bisa diganti...tapi otak kita itu pinter, dia bisa membentuk hubungan baru antar sel-sel saraf yang sebelumnya belum dipakai untuk menggantikan fungsi sel-sel yang mati tersebut. Itulah yang diperlukan agar kita bisa berfungsi normal". Huft legaaa...tapi tetep aja harus aktif mencegah gimana caranya biar enggak kejang lagi, iya kan?
Tapi dibalik semua itu, epilepsi bikin aku jadi orang yang lebih bersyukur. Salah satu yang kusyukuri adalah karena obat-obatan itu berhasil mengendalikan epilepsiku, jadi aku nggak pernah kejang. I love valproic acid so much! Banyak lho pasien yang jadi overweight setelah minum obat ini, tapi aku enggak tuh, tetep segini aja, waktu itu naiknya enggak terlalu banyak, cuma 3 kilo (itupun menurutku dipengaruhi banyak faktor lain, seperti karena kelamaan liburan habis ujian nasional, gaya hidup baru menjadi anak kos yang ternyataaaa...makan nasinya lebih banyak daripada anak rumahan, dan karena aku mungkin lebih thankful, bahagia dan bersyukur). Dan setelah dosisnya dikurangi, bobotku balik lagi, hehe. Alhamdulillah kan? Hidupku normal tanpa kekhawatiran bakal kumat. Dan masih banyak lagi. Siapa sih farmasis pinter itu, yang nemuin asam valproat? Aku harus berterima kasih pada dia.
Alhamdulillah!!!
Alhamdulillah lagi : karena udah dua tahun terapi, sekarang dosisnya udah dikurangi. Cihuy! Sabar ya liver dan ginjalku sayang, kita pasti kuat =p
Langganan:
Postingan (Atom)