Harus kuakui sendiri, sebenarnya aku adalah jenis wanita yang sangat jarang memikirkan, atau membayangkan, dengan siapa aku “berakhir” alias menikah. Menikah? Sepertinya masih jauh dari angan-angan, meskipun umurku sekarang sudah lebih dari 20 tahun. Aku memandang pernikahan sebagai sesuatu yang luar biasa, merupakan penyempurnaan dari agama, gerbang kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta yang sepertinya paling asyik adalah fakta bahwa pernikahan merupakan pelegalan dari sebuah hubungan pria-wanita oleh Dia yang Maha Segalanya yang Keren-Keren (Allah). Tapi aku bingung kalau membayangkan bagaimana besok pernikahanku. Haha, mungkin aku juga yang masih tergolong kekanak-kanakan untuk umurku, sehingga belum serius memikirkan pernikahan.
Aku juga bingung membayangkan bagaimana kalau besok aku punya anak. Susah dibayangkan! Terlalu banyak sepertinya yang harus dipersiapkan sehingga aku pun merasa sedikit takut. Teorinya sih semua wanita bisa jadi ibu. Aku teringat suatu video yang pernah kutonton. Katanya “ketika anakmu lahir, kamu akan merasakan cinta yang belum pernah kamu rasakan sebelumnya”. Hmm, lagi-lagi aku masih kurang yakin apakah aku mengerti, tapi pasti ada sesuatu yang membuat para ibu mencintai anak-anaknya tanpa syarat, tanpa pamrih, bahkan sebelum anaknya jelas ada di dunia (dalam kandungan, maksudku).
Hari ini, suatu pagi yang santai dan ringan di hari minggu. Aku membaca Kompas Minggu dan ketika sampai di halaman 23, rubrik Persona memuat wawancara wartawan Kompas dengan seorang dokter anak. Di paragraf pertama ada tulisan seperti ini:
Bayi yang kemerahan itu baru saja dipotong ari-arinya. Tangisan pertama yang melengking langsung berhenti ketika ia ditelungkupkan di dada ibunya. Makhluk kecil itu merambat perlahan. Kakinya melengkung seperti sedang menanjak. Sejenak gerakannya terhenti, dan matanya terbuka. Secara refleks, ia menatap mata sang ibu. Mulutnya pun terbuka. Ia menciumi dan menjilati kulit ibunya. Dan, ia pun merambat menuju “sumber kehidupan”, puting susu ibu…
(Kompas, 20 Maret 2011)
Wow, seolah-olah di kepalaku ada video yang diputar dan aku sedang menyaksikan kejadian itu secara langsung. Hebat ya, bagaimana bayi yang baru lahir, benar-benar polos bagai selembar kertas, tidak tahu "apa-apa", ternyata sudah bisa mengenali ibunya. Tangis bayi biasanya berhenti ketika ia bersentuhan kulit dengan ibunya, karena kulit sang ibu akan menyesuaikan sehingga suhunya akan sama dengan suhu si bayi, dan hal ini akan mengurangi stress yang dialami si bayi karena perbedaan suhu rahim ibu dengan suhu lingkungan luar. Satu lagi, ia menatap mata ibunya. Menurutku itu lebih indah dari bunga mawar manapun, lebih romantis dari apapun yang bisa dibayangkan.
Aku heran karena aku membayangkan perasaan haru dan senang yang dialami si ibu itu. Dan tiba-tiba aku membayangkan saatku nanti, hehe. Saat aku ditatap oleh makhluk kecil itu. Pasti rasanya bahagia sekali. Untuk yang pertama kalinya, aku membayangkan punya anak tidak hanya menakutkan tapi juga membahagiakan. Dan tiba-tiba aku berjanji, anakku besok akan mendapat yang terbaik dari aku…
Artikel yang kubaca tadi sangat menginspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar