22/11/10

Cinta dan Konsekuensinya

Kalau beberapa masa yang lalu (udah lama banget soalnya) aku belajar tentang keindahan cinta, maka malam ini giliranku belajar tentang konsekuensi mencintai.

Jatuh cinta. Akankah seseorang terbiasa dengan pengalaman ini?
Menurutku jawabannya tidak. Karena rasa itu begitu indah, walau sudah ratusan kali jatuh cinta, kita tidak akan pernah terbiasa dengan keindahannya, dengan getarannya...dengan hati kita yang baru karena jatuh cinta.

Hati yang baru? Ya...menurutku jatuh cinta membuat kita menjadi manusia baru yang sebelumnya tidak kita kenal; manusia yang keheranan mendapati dirinya memimpikan obyek cintanya. Manusia yang mempertanyakan kewarasannya ketika bertemu dengan obyek cintanya itu.

Mungkin sudah puluhan, ratusan kali kita mengalaminya. Tapi sekali lagi, kurasa kita tidak akan pernah terbiasa. Rasanya seperti naik roller coaster. Ketika akan duduk di kursinya, kita yang sudah berpengalaman naik wahana itu akan merasa sedikit sombong: "Ah, aku pasti bisa tenang! Kan aku sudah pernah!".

Kenyataannya?
Ketika roller coaster itu mulai bergerak, mengombang-ambingkan siapapun yang ada di atasnya, mendadak kau tahu pengalamanmu tidak berarti. Jantungmu tetap berpacu kencang; tanganmu tetap kencang, dan makin kencang menggenggam pegangan.

Kurasa jatuh cinta pun demikian. Kita pikir kita sudah tahu bagaimana rasanya, tapi kita tetap bingung menghadapinya.

Konsekuensi mencintai? Kalau keindahannya, sudah pasti ada. Tidak ada sensasi dalam hidup yang benar-benar sama dibanding ketika kita bersama dengan obyek cinta kita. Dan kepastian bahwa ia juga ingin bersama kita. Kalau konsekuensi yang tidak menyenangkan?

Cemburu, patah hati.
Dan semuanya melelahkan. Tidak ada rasa sakit yang sama dibanding rasa ketika melihat obyek cinta kita memilih subyek lain. Atau tampaknya begitu.
Beberapa keadaan tidak bisa dikembalikan.
Kau harus berlatih untuk meletakkan senyum itu lagi di wajahmu. Dan di sinar matamu.

Malam ini aku belajar betapa seseorang bisa diubah oleh sesuatu yang bernama cinta.
Orang yang katanya penyabar menjadi pemarah dan temperamental, terlalu khawatir akan sakitnya patah hati.
Orang yang menganggap dirinya logis dan selalu mengagungkan logika, dapat menangis tanpa sebab.
Orang yang santai dan berpandangan positif, tiba-tiba menjadi picik dan pesimis apakah dirinya cukup berharga...

Wah, ruwet ya sepertinya? Makin tua kok kayaknya apa-apa butuh mikir lebih keras (ya iyaalahh!!). Kayaknya entar kalau aku mau makan aja, kalau udah tua pasti mikir deh...apakah makanan yang kumasukkan ke mulut ini akan menghapus cahaya mudaku sehingga memusnahkan impianku untuk menjadi orang yang awet muda (halah!!! kayak iklan kosmetik aja).

Hmm, sebagai penutup entri melankolis ini, aku mau mengutip kata-kata dari seseorang yang minta disitasikan sebagai Rahwiku (2010), seorang mahasiswa biasa2 saja dari universitas yang ga hebat2 amat.

"Sampai kapankah manusia tetap akan seperti ini?
Cobaan yang diberikan olehNya ini jangan-jangan menjadi pertanda
Kita belum dewasa
Kita masih mengedepankan perasaan dan kesenangan sesaat
Kita masih labil dan belum memahami makna cinta yang sebenarnya
Jadi, akankah kita bertekuk lutut hanya karena sebuah cinta yang hanya dilandasi euforia semata??"


Oke, menurutku adalah hal yang wajar kalau kita sedih karena tidak mendapat sesuatu yang kita inginkan. Tapi jangan berlebihan, karena kita masih begitu muda (muda??? hehehe). Yeah, we're too young to be miserable. Mengutip kembali kata-kata Rahwiku (2010) diatas, jangan sampai kita sampai "bertekuk lutut hanya karena sebuah cinta yang hanya dilandasi euforia semata".

Mungkin beberapa tahun dari sekarang, kisah cinta itu akan terasa sangat, sangat lucu. Ketika akhirnya kita menemukan seseorang yang lain, dari suatu tempat lain di bumi ini yang Diciptakan-Nya untuk kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar