04/05/12

2 Kali untuk Selamanya (Ujian Skripsi Tertutup)

Zingggg!
Pikiran yang pertama kali terlintas begitu bangun tidur pada tanggal 2 Mei 2012! Apalagi kalau bukan tentang "itu"!, yah, benar, "itu"! Pikiran itu bukanlah "Waduh, Hardiknas, upacara jam 7 nih, hwaahhh" (emang aku anak sekolahan, sayangnya sudah bukan, hehe). Ya, hari itu bukan sekedar Hari Pendidikan Nasional buatku. Hari itu juga merupakan hari ulang tahun PIOGAMA, tapi bukan itu pikiran yang terlintas di pikiran ketika pertama kali bangun tidur. Hari itu merupakan hari ujian skripsiku. Hari itu penting buatku, soalnya tertanggal sejak 15 September 2011 aku sudah mulai melakukan sesuatu untuk menghasilkan skripsi ini. Sudah hampir 9 bulan, dan mungkin aku tidak punya cukup kekuatan untuk memikirkannya lebih lama.

Kuakui, kadang aku semangat banget dan menikmati proses pembuatan skripsi ini. Tapi sering juga aku mikir yang enggak-enggak, misalnya, "gimana ya kalau seandainya dulu aku ... dan bukannya ...", pokoknya berandai-andai lah. Padahal setelah dipikir lagi, nikmat Allah mana yang akan kudustakan, lha wong penelitian juga gratis, dosennya baik hati, hebat dan keren lagi. Dosenku praktis orangnya, enggak ribet, cocok banget buat aku. Temen nge-labku juga baik, sahabatku sendiri, manis dan yang paling penting, tulus orangnya. Paling enggak aku kerja bersama dua orang (teman ngelab dan dosenku) yang baik hatinya, kan? Namun kadang aku merasa enggak tahan lagi dan pingin teriak sekeras-kerasnya serta ingin mengubur semua hal yang berkaitan dengan skripsi itu dalam-dalam kemudian enggak akan aku ambil lagi seumur hidupku. Sayangnya (atau untungnya?) aku enggak punya pilihan itu kan? Hehe....konon katanya, satu-satunya pilihan untuk menghilangkan kegalauan skripsi adalah dengan mengakhirinya secara baik-baik. Jadi? Kumpulkan saja draftnya. Selesaikan apa yang sudah kita mulai.

Begitu aku memasukkan draft skripsiku ke akademik (artinya, aku menyerahkan diri dan skripsi untuk dieksekusi alias disidang), mendadak aku bermimpi buruk dan jerawatan gedeeee banget di pelipis kiri. Tiba-tiba segala jenis hiburan menjadi kurang menarik. Aku pernah baca, kehilangan minat pada hobi atau hal-hal yang disukai merupakan gejala-gejala orang depresi! Masyaallah, amit-amit jangan sampai. Tapi memang aku membatalkan rencana dolan bersama teman-teman ke Gua Pindul tanggal 28 April. Untung acaranya akhirnya beneran dibatalin. Jadi enggak nyesel deh, hehe. Sebut saja aku lebai, tapi memang begitu kenyatannya. Setelah lari-larian selama beberapa untuk janjian dengan ketiga dosen penguji (dua dosen penguji dan satu dosen pembimbing, sebenarnya) serta mengurus administrasi di fakultas, akhirnya dipastikan aku akan ujian tertutup pada tanggal 2 Mei 2012. Aku senang, karena hari itu bertepatan dengan Hardiknas. Lagipula pada hari itu, ketiga dosen pengujiku free alias enggak ada agenda lain sampai jam 3 sore. Later, aku tahu kalau dosen pembimbingku ada acara jam 10 pagi (bertepatan dengan waktu ujianku), tapi akhirnya beliau membatalkan acara lain itu. Kurang baik gimana coba?

Persiapanku untuk menghadapi ujian sih, mungkin standar. Enggak ada cerita begadang sampai pagi, seharian membaca buku, atau kisahku sedang melakukan kegiatan-kegiatan ekstrim lainnya. Pola hidup tidak berubah, cuma jadi panik aja. Untuk meyakin-yakinkan diri, selain bertanya ke para kakak kelas yang sudah pernah menghadapi ujian tertutup, ya....aku baca-baca skripsi sendiri dan baca referensi. Enggak ngoyo juga sih, masih sempat buka FB dan 9gag kok. Kan buat selingan biar enggak stres, hehe...tidak lupa menyiapkan presentasi juga. Setelah sekitar seminggu berada pada fase panik dan merasa rendah diri (alias enggak siap), akhirnya aku pun move on ke fase pasrah. Dan setelah melewati fase pasrah, move on lah aku ke fase (agak) percaya diri. Sengaja aku tulis (agak) percaya diri, karena sebenarnya, seyakin-yakinnya aku terlihat bagi orang lain dan sekecil apapun ketidak yakinan itu, tapi ketakutan itu pasti ada. Wajar ah menurutku.

Aku bersyukur banget ada dukungan dari orang tua, temen-temen dan dosen pembimbing. Aku ingat, dosen pembimbingku bilang, "Wajar saja kalau mahasiswa masih salah-salah (ngomong), kan baru pertama kali itu ikut ujian skripsi. Kalau saya kan sudah tiga kali (maksudnya beliau sudah pernah ujian skripsi, tesis dan disertasi-Red)", dan "Mahasiswa enggak bisa menjawab pertanyaan saat ujian itu wajar terjadi, enggak usah khawatir". Kalau enggak ada mereka, mungkin selamanya aku akan berada pada fase panik (sehingga malah enggak bisa konsentrasi belajar), atau lebih buruk lagi, terpuruk di fase pasrah sehingga enggak berusaha sama sekali. Pokoknya, kumpulkan dukungan sebanyak-banyaknya, lah. Kalau ditanya kabarnya gimana, ceritakan aja kalau kita mau ujian skripsi terus minta didoain, hehe. 

Fase (agak) percaya diriku sebenarnya muncul agak terlambat, menurutku. Tapi fase itu menyenangkan karena rasanya apapun yang kupelajari nyangkut di otak karena aku rileks (sebenarnya emang aku cuma belajar hal-hal yang kiranya bakal aku mengerti sih, yang sulit-sulit aku tanyain ke dosen atau teman yang lebih mengerti aja, haha...daripada malah stres lagi kan?). Dan pada fase itu terasa ketenangan yang sangat menolongku untuk tidur nyenyak dan berpikir jernih menjelang ujian. Menjelang ujian, lagi-lagi aku merasa sangat bersyukur punya orang tua, saudara dan teman-teman yang baik hati banget, enggak ragu buat menawarkan bantuan apapun yang kiranya aku perlukan. Mulai dari doa, dana, kata-kata penyemangat, nasihat, ilmu, jasa (belikan snack, ngatur LCD, meminjamkan laptop sampai ngambilin draft skripsi yang disebabkan atas kecermatanku (baca dengan nada sarkastik) ternyata tertinggal di kost saat ujian, dan lain-lain), pokoknya top. 

Dan sekarang ujian tertutup sudah selesai. Rasanya Allah dan semesta-Nya mendukungku karena para dosen pengujiku sepertinya ceria banget pagi hari itu. Atau karena hari itu Hari Pendidikan? Wallahu'alam, tapi saat mulai mengucap salam untuk mereka, tenang rasanya. It just felt right, berdiri di situ, mulai presentasi dan ditanya-tanya. Walaupun sebenarnya ada juga pertanyaan yang enggak bisa kujawab dan ada juga yang kujawab dengan ragu-ragu. Haha, entah kenapa hal itu enggak mengurangi kelegaanku ketika akhirnya tidak ada lagi pertanyaan dan dosen pengujiku menutup sesi ujian tertutup itu. Beliau kemudian memintaku keluar ruangan sebentar karena mereka akan memutuskan hasil ujianku. Ketika aku keluar, teman-teman menunggu di depan ruangan, dan dari mereka aku tahu bahwa ternyata aku hanya menghabiskan waktu sekitar 70 menit saja di dalam ruangan itu. Entah sudah matang atau belum hasil dadaran ini, haha. Tapi malah bagus ding, cepat begitu. Aku malah suka. 

Alhamdulillah sudah selesai ujian tertutup, tinggal mempersiapkan ujian terbuka. Oh iya lupa, ada revisi juga, hehe. Ingat pesan bapak dosen pembimbing dan ibu dosen penguji saat hendak meninggalkan ruangan, "Cepat diselesaikan ya mbak".
Oke, challenge accepted! Good luck to myself :D 

4 komentar:

  1. Terus sekarang revisiannya udah selesei belom nih??? Kayak aku aja, habis sidang langsung karaokean habis itu baru deh pusing mikirin revisian...hehehe

    Good luck ya, Lia.... :))

    BalasHapus
  2. Hehe, udah sih mbak...tapi br besok nemuin dosen lagi sih. Doain lancar ya, makasih mbak :DDDD

    gimana kabar lampung mb?? hoho

    BalasHapus
  3. Okeh deh... Siip lah buat revisiannya, semoga cepet selesei deh... wisuda agustus kan kamu???

    BalasHapus
  4. iyaaa mbak insyaallah ikut wisuda ketiga tahun ini....katanya wisudanya enggak bulan agustus mbak karena mepet waktu lebaran, tapi belum jelas diajukan jadi juli atau diundurin jadi september

    gimana mbak di Lampung?????

    BalasHapus